Aceh Utara, newsataloen.com – Bencana banjir bandang yang menerjang wilayah Kabupaten Aceh Utara bukan sekadar menyisakan genangan air di pemukiman, namun telah memukul jantung ekonomi daerah di sektor pertanian. Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Aceh Utara melaporkan angka kerugian yang sangat fantastis, mencapai sedikitnya Rp112,8 miliar akibat kerusakan lahan persawahan yang masif.
Kepala Dinas Pertanian dan Pangan Aceh Utara, Erwandi, mengungkapkan bahwa skala kerusakan kali ini merupakan salah satu yang terburuk. Berdasarkan data yang dihimpun hingga Selasa (23/12/2025), total lahan persawahan yang terdampak banjir mencapai 14.509 hektare.
"Dari total lahan tersebut, sebanyak 1.972 hektare sawah airnya mulai surut dan mungkin masih bisa diselamatkan. Namun, sisanya seluas 12.537 hektare dinyatakan puso atau gagal panen total," ujar Erwandi saat memberikan keterangan resmi kepada awak media di Aceh Utara.
Padi yang seharusnya siap menyongsong musim panen kini membusuk di bawah lapisan lumpur yang tebal. Durasi rendaman air yang terlalu lama mengakibatkan pembusukan pada struktur akar dan batang padi, sehingga tidak ada lagi harapan untuk dipanen kembali.
Kondisi lapangan saat ini sangat memprihatinkan karena banyak lahan produktif yang kini tertutup lapisan lumpur sisa banjir bandang. Erwandi menegaskan bahwa bantuan standar berupa benih atau pupuk cair saja tidak akan cukup untuk memulihkan kondisi ekonomi petani.
"Masyarakat Aceh Utara ini urat nadinya adalah bertani. Sekarang sawah mereka tertutup lumpur pekat. Kami sangat mengharapkan Pemerintah Provinsi Aceh dan Kementerian Pertanian RI turun tangan secara teknis, terutama untuk membantu pengerukan lumpur (normalisasi lahan)," tegas Erwandi.
Ia menambahkan bahwa tanpa rehabilitasi lahan secara menyeluruh, para petani tidak akan bisa memulai penanaman pada musim berikutnya, yang berpotensi memicu krisis ekonomi berkepanjangan di Aceh Utara.
Kesedihan mendalam dirasakan oleh para petani di lapangan. Sulaiman, seorang warga Alue Tingkem, menceritakan bagaimana banjir kali ini merampas segala harapan mereka di akhir tahun 2025 ini. Bagi mereka, sawah adalah satu-satunya tumpuan hidup. Mereka kini terjerat dalam keputusasaan setelah modal kerja yang mereka pinjam—mulai dari biaya benih unggul, pembelian pupuk, hingga upah buruh tani—raib tersapu arus dan tertimbun material lumpur.
"Kami tidak hanya kehilangan padi, tapi kami kehilangan modal yang dipinjam untuk musim tanam ini. Kami berharap pemerintah memberikan prioritas nyata pada rehabilitasi lahan. Jika lahan tidak segera dibersihkan dari lumpur," keluh Sulaiman dengan nada getir.
Pemulihan sektor pertanian di Aceh Utara kini menjadi urgensi nasional. Selain sebagai sumber penghasilan utama warga daerah. Jika tidak segera ditangani, dampak kegagalan panen ini diprediksi akan mengerek naik harga beras di pasar lokal dalam beberapa bulan ke depan. (tim/red).

Post a Comment