Aceh Utara, newsataloen.com – Musibah banjir yang melanda Kabupaten Aceh Utara baru-baru ini telah melumpuhkan total aktivitas pendidikan di SMAN 1 Baktiya. Kondisi sekolah saat ini dilaporkan sangat memprihatinkan dengan estimasi kerugian material yang fantastis, mencapai lebih dari Rp1 miliar. Kerusakan struktural yang parah membuat gedung sekolah tidak lagi aman untuk digunakan dalam proses belajar mengajar.
Bencana hidrometeorologi yang rutin menghantam wilayah Aceh Utara kali ini datang dengan dampak yang jauh lebih destruktif. Bukan sekadar genangan air biasa, luapan banjir membawa material lumpur yang merusak sarana dan prasarana sekolah secara sistematis. Berdasarkan tinjauan di lapangan, infrastruktur sekolah kini berada dalam kondisi darurat yang memerlukan penanganan rehabilitasi dan rekonstruksi (rehab-rekon) segera dari pemerintah terkait.
Dampak kerusakan di SMAN 1 Baktiya tidak hanya menyentuh aspek estetika, namun sudah masuk ke level kerusakan struktural yang mengancam keselamatan siswa dan guru. Bangunan sekolah yang sebagian besar sudah dimakan usia kini semakin lapuk akibat terendam air dalam waktu lama.
Beberapa poin krusial yang memerlukan perhatian mendesak meliputi: banyak ruang kelas yang posisinya terlalu rendah sehingga menjadi langganan banjir. Renovasi total dengan peninggian lantai sangat dibutuhkan agar aktivitas belajar tidak terus terganggu setiap musim penghujan. Kemudian, seluruh inventaris yang dikumpulkan bertahun-tahun hancur dalam sekejap.
“Mulai dari ribuan buku perpustakaan yang hancur terendam lumpur, meja, kursi, hingga peralatan elektronik canggih di laboratorium komputer yang kini tidak bisa lagi digunakan,” kata Kepala SMAN 1 Baktiya, Drs. Marzuki, M.Pd, kepada media ini, Selasa (16/12/2025).
Ia menyatakan rasa prihatinnya saat meninjau lokasi sekolah. Ia menegaskan bahwa situasi ini merupakan kondisi darurat yang membutuhkan respons cepat dan konkret dari pemerintah, baik di tingkat provinsi maupun pusat.

"Kami sangat prihatin melihat kondisi sekolah kami saat ini. Tentu saja lingkungan ini sudah tidak optimal apalagi nyaman untuk anak-anak belajar. Kami membutuhkan tindakan yang sangat cepat dan konkret dari pemerintah serta pihak terkait untuk mengembalikan fungsi sekolah," ujar Marzuki kepada awak media.
Marzuki juga menekankan bahwa perbaikan ke depan tidak boleh hanya bersifat rehabilitasi dan rekonstruksi total. Mengingat frekuensi banjir di Aceh Utara yang cukup tinggi, ia mendorong adanya konsep pembangunan yang lebih visioner dengan desain flood-resilient (tahan banjir).
"Ini bukan sekadar membangun gedung, tapi memastikan anak-anak kami mendapatkan hak mereka atas pendidikan yang layak di tempat yang benar-benar aman. Kita butuh penguatan struktur agar kejadian serupa tidak terus berulang dan merugikan negara di masa depan," tegasnya.
Hingga saat ini, pihak sekolah masih berupaya membersihkan sisa-sisa lumpur, namun keterbatasan alat dan rusaknya fasilitas membuat proses pemulihan berjalan lamban. Tanpa adanya intervensi anggaran dari Dinas Pendidikan Provinsi Aceh maupun Pemerintah Pusat, dikhawatirkan masa depan pendidikan ratusan siswa di Baktiya akan tertinggal jauh.
“Civitas akademika SMAN 1 Baktiya kini hanya bisa berharap bantuan segera turun agar rantai ketertinggalan pendidikan pasca-bencana dapat diputus dan anak-anak bisa kembali menimba ilmu dengan tenang dan aman,” pungkasnya. (tim/red).

Post a Comment