/> Dr. Iswadi Usulkan Kapolri Ditunjuk Langsung Presiden, Soroti Celah Lobi Politik dalam Uji Kelayakan DPR

Dr. Iswadi Usulkan Kapolri Ditunjuk Langsung Presiden, Soroti Celah Lobi Politik dalam Uji Kelayakan DPR

Dr.Iswadi

Jakarta, newsataloen.com - Bireuen Pengamat sekaligus Akademisi dari Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Esa Unggul Dr. Iswadi, mengajukan sejumlah usulan kepada Komite Reformasi Polri yang saat ini tengah mengkaji arah pembenahan institusi kepolisian. Salah satu poin terbesar yang ia tekankan adalah perubahan mekanisme pengangkatan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri). Menurutnya, proses yang selama ini melibatkan uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) di Dewan Perwakilan Rakyat perlu ditinjau ulang dan diganti dengan mekanisme penunjukan langsung oleh Presiden.

Dr. Iswadi berpendapat bahwa uji kelayakan di DPR, meski secara formal dirancang untuk menjamin transparansi dan akuntabilitas, dalam praktiknya membuka peluang terjadinya lobi politik, pengaturan kepentingan tertentu, hingga potensi transaksi yang berujung pada korupsi. Ia menilai bahwa jabatan Kapolri terlalu strategis untuk dijadikan arena tarik menarik kepentingan antara kelompok politik di parlemen. Dalam pandangannya, netralitas dan independensi Polri dapat terganggu ketika proses seleksi pimpinan tertinggi justru dipengaruhi oleh kepentingan eksternal.

Menurutnya, skema penunjukan langsung oleh Presiden justru dapat meminimalkan intervensi politik yang tidak perlu, karena Presiden sebagai kepala pemerintahan dan kepala negara memiliki tanggung jawab langsung terhadap stabilitas keamanan nasional. Dengan demikian, Presiden akan lebih berkepentingan untuk memilih figur yang profesional, berintegritas, dan memiliki rekam jejak yang jelas dalam kepemimpinan maupun penegakan hukum. Namun, ia menegaskan bahwa perubahan mekanisme ini tidak boleh menghilangkan fungsi pengawasan DPR. Parlemen tetap perlu menjalankan perannya dalam melakukan evaluasi terhadap kinerja Polri dan Kapolri, baik melalui rapat kerja, penggunaan hak angket, maupun mekanisme pengawasan lainnya.

Selain isu pengangkatan Kapolri, Dr. Iswadi juga menyoroti perlunya perampingan struktur institusi Polri yang dianggap terlalu gemuk dan tumpang tindih dengan lembaga lain. Ia menyebut bahwa beberapa unit di Polri sudah berkembang jauh melampaui karakteristik sebuah institusi kepolisian sipil. Salah satu contoh yang ia angkat adalah Korps Brimob, yang menurutnya semakin menyerupai pasukan infanteri dengan perlengkapan dan pola operasi yang lebih dekat ke struktur militer. Begitu pula dengan Densus 88, unit antiteror yang dalam pandangan sebagian masyarakat memiliki kapabilitas dan pola kerja yang menyerupai pasukan khusus.

Menurut Dr. Iswadi, pembesaran struktur semacam itu berpotensi menciptakan distorsi terhadap konsep dasar Polri sebagai institusi sipil. Polri seharusnya berfungsi sebagai pelindung, pengayom, dan pelayan masyarakat dengan penekanan pada penegakan hukum, keamanan publik, dan preventif. Ketika beberapa unit dalam Polri mengadopsi pola operasi ala militer, hal tersebut dapat memunculkan persepsi negatif dan ketidakpercayaan publik, terutama dalam konteks penggunaan kekuatan yang berlebihan.

Dalam konteks kewenangan, Dr. Iswadi juga menyampaikan perlunya mengembalikan beberapa fungsi tertentu kepada lembaga yang lebih tepat. Misalnya, penanganan tindak pidana korupsi idealnya dilakukan oleh lembaga yang memang berkompeten dan fokus di bidang tersebut, bukan oleh unit tipikor di Polri. Demikian pula dengan penanganan narkotika yang banyak menjadi domain Badan Narkotika Nasional (BNN), dan sektor perairan yang lebih relevan berada di bawah instansi lain yang memiliki mandat khusus. Dengan penyerahan fungsi-fungsi tersebut, Polri dapat lebih fokus pada inti tugasnya tanpa terbebani oleh kewenangan yang terlalu luas.

Dr. Iswadi menilai bahwa pemisahan Polri dari Dwifungsi ABRI pada masa pascareformasi seharusnya menjadi momentum untuk membangun institusi kepolisian yang profesional, modern, transparan, dan sepenuhnya berorientasi pada kepentingan masyarakat. Namun, menurutnya, transformasi itu belum sepenuhnya tercapai. ***

Post a Comment

Previous Post Next Post