Jakarta, newsataloen.com - Ketua Umum Solidaritas Pemersatu Bangsa Indonesia (SPBI) Dr. Iswadi, M.Pd (foto) mengatakan Dalam beberapa tahun terakhir, sektor pendidikan kesehatan, khususnya pendidikan kedokteran, menjadi sorotan utama dalam pembahasan kebijakan anggaran negara. Seiring dengan tingginya biaya yang dibutuhkan untuk pendidikan dokter, beasiswa pendidikan dokter menjadi salah satu program penting yang mendukung pembiayaan mahasiswa kedokteran.
Hal tersebut disampaikan nya kepada wartawan, Jumat 21 Februari 2025
Namun, baru-baru ini, kabar mengenai rencana Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk membatalkan beasiswa pendidikan dokter tahun 2025 karena alasan efisiensi anggaran menimbulkan berbagai reaksi di kalangan pemangku kepentingan, termasuk dari Dr. Iswadi, M.Pd, yang meminta Kemenkes untuk mempertimbangkan kembali keputusan tersebut.
Dr. Iswadi, seorang akademisi yang juga memiliki pengalaman dalam dunia pendidikan, menyatakan bahwa meskipun efisiensi anggaran menjadi hal yang sangat penting dalam menghadapi tantangan ekonomi global, pembatalan beasiswa pendidikan dokter dapat memiliki dampak yang sangat merugikan bagi kualitas pelayanan kesehatan di Indonesia di masa depan.
Menurutnya, keputusan untuk membatalkan beasiswa ini harus dipertimbangkan dengan sangat hati-hati, mengingat beasiswa tersebut memiliki peran strategis dalam menciptakan tenaga medis yang kompeten dan tersebar merata di seluruh Indonesia.
Alumni Program Doktoral Manajemen Pendidikan Universitas Negeri Jakarta tersebut mengatakan Beasiswa pendidikan dokter tidak hanya sekadar bantuan finansial bagi mahasiswa kedokteran, tetapi juga berfungsi sebagai upaya pemerintah untuk mendorong lebih banyak individu untuk memilih profesi kedokteran. Pendidikan dokter membutuhkan biaya yang sangat besar, baik itu untuk biaya kuliah, buku, alat praktikum, hingga biaya kehidupan sehari-hari.
Tanpa adanya bantuan beasiswa, banyak calon mahasiswa yang berbakat namun terhalang oleh biaya pendidikan yang sangat tinggi.
Selain itu, dengan adanya beasiswa ini, diharapkan dapat menciptakan lebih banyak dokter yang tersebar di seluruh penjuru Indonesia, termasuk di daerah-daerah terpencil yang kekurangan tenaga medis. Program beasiswa ini seharusnya menjadi salah satu strategi untuk mengatasi ketimpangan distribusi dokter di Indonesia, yang saat ini masih terkonsentrasi di kota-kota besar. Pembatalan beasiswa akan berisiko memperburuk masalah distribusi tenaga medis yang sudah menjadi tantangan besar bagi sistem kesehatan di Indonesia.
Dr. Iswadi sangat memahami pentingnya efisiensi anggaran di tengah keterbatasan dana negara, terlebih setelah masa pandemi COVID-19 yang membawa dampak besar terhadap perekonomian nasional. Namun, efisiensi anggaran seharusnya tidak mengorbankan program-program strategis yang memiliki dampak jangka panjang yang sangat besar bagi masa depan bangsa, seperti beasiswa pendidikan dokter. Jika pemerintah memutuskan untuk mengurangi atau bahkan membatalkan beasiswa pendidikan dokter, ini dapat memperburuk kesenjangan dalam kualitas layanan kesehatan di daerah-daerah yang membutuhkan tenaga medis lebih banyak.
Selain itu, Dr. Iswadi juga menegaskan bahwa pembatalan beasiswa dapat mengurangi minat generasi muda untuk berkarir di bidang kedokteran. Tanpa adanya dukungan finansial, banyak mahasiswa yang sebelumnya tertarik untuk menjadi dokter akan memilih untuk melanjutkan pendidikan di bidang lain yang lebih terjangkau. Hal ini tentu akan berimplikasi pada penurunan jumlah dokter yang tersedia di Indonesia, sehingga dapat mengancam pemenuhan kebutuhan pelayanan kesehatan yang merata dan berkualitas.
Untuk tetap mencapai efisiensi anggaran, Dr. Iswadi menawarkan beberapa alternatif solusi yang dapat dipertimbangkan oleh pemerintah. Salah satunya adalah dengan melakukan evaluasi terhadap program beasiswa yang sudah ada dan memastikan bahwa dana yang dialokasikan tepat sasaran. Pemerintah bisa melakukan perbaikan dalam manajemen pengelolaan beasiswa, (rls/red)
Post a Comment