/> Dr. Iswadi: Tak Ada Alasan Pemerintah Menolak Gelar Pahlawan untuk Soeharto

Dr. Iswadi: Tak Ada Alasan Pemerintah Menolak Gelar Pahlawan untuk Soeharto

 

Dr.Iswadi,M.Pd

Jakarta, newsataloen.com -  Wacana pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden kedua Republik Indonesia, Soeharto, kembali mencuat dalam beberapa tahun terakhir. Berbagai kalangan memberikan pandangan beragam ada yang mendukung karena jasa jasanya yang besar bagi bangsa, namun ada pula yang menolak karena menilai masa pemerintahannya sarat dengan pelanggaran hak asasi manusia dan praktik korupsi.

Di tengah silang pendapat tersebut, pengamat politik dan sejarah nasional, Dr. Iswadi dalam keterangan tertulisnya kepada media ini, Sabtu (8/11/2025) menegaskan, bahwa tidak ada alasan bagi pemerintah untuk tidak memberikan gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto.

Menurut Dr. Iswadi, jika melihat dari kacamata sejarah dan kontribusi nyata terhadap bangsa, Soeharto merupakan salah satu tokoh yang paling berpengaruh dalam perjalanan Indonesia modern. Ia berperan besar dalam menegakkan stabilitas nasional setelah masa kekacauan pasca Gerakan 30 September 1965, serta membawa Indonesia memasuki era pembangunan yang masif selama tiga dekade kekuasaannya.

“Kita tidak bisa menutup mata terhadap kenyataan bahwa Soeharto adalah sosok yang berhasil menegakkan pemerintahan yang stabil setelah masa penuh gejolak. Di bawah kepemimpinannya, Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi yang pesat, swasembada pangan, dan pembangunan infrastruktur di berbagai sektor, ujar Dr. Iswadi.

Ia menilai bahwa pemerintah seharusnya menilai Soeharto secara objektif, bukan hanya berdasarkan kontroversi politik di masa akhir pemerintahannya. Setiap tokoh besar pasti memiliki sisi positif dan negatif. Tidak ada pemimpin yang sempurna. Namun dalam konteks pemberian gelar Pahlawan Nasional, yang harus dinilai adalah kontribusinya terhadap bangsa dan negara secara keseluruhan, tambahnya.

Dr. Iswadi juga mengingatkan bahwa banyak tokoh yang telah mendapat gelar Pahlawan Nasional meski memiliki catatan kontroversial dalam perjalanan hidupnya. Menurutnya, hal tersebut adalah bukti bahwa penilaian terhadap jasa seseorang tidak bisa didasarkan semata pada kesalahan atau kekurangan, melainkan pada dampak positif yang telah diberikan bagi kemajuan bangsa.

“Kalau kita mau jujur, banyak pahlawan yang juga punya catatan masa lalu. Tapi kita menilai mereka dari sumbangsih besarnya terhadap kemerdekaan, pembangunan, dan persatuan bangsa. Dengan ukuran yang sama, Soeharto juga layak diakui,” katanya.

Selain soal pembangunan ekonomi, Dr. Iswadi juga menyoroti keberhasilan Soeharto dalam menjaga stabilitas sosial dan politik selama bertahun tahun. Menurutnya, keberhasilan tersebut menjadi fondasi penting yang memungkinkan Indonesia bertahan di tengah gejolak politik dan ekonomi global.

“Era Orde Baru memberikan ruang bagi pembangunan jangka panjang. Soeharto berhasil menciptakan pemerintahan yang kuat, birokrasi yang relatif efektif, serta mendorong pertumbuhan ekonomi hingga Indonesia dikenal sebagai salah satu ‘Macan Asia’ pada zamannya,” jelasnya.

Meski demikian, Dr. Iswadi tidak menafikan adanya pelanggaran HAM dan praktik korupsi yang terjadi pada masa Orde Baru. Namun, ia menekankan bahwa penilaian sejarah harus dilakukan secara komprehensif dan proporsional. Kita tidak bisa menilai sejarah dengan kacamata masa kini. Apa yang terjadi pada masa lalu harus dipahami dalam konteks sosial, politik, dan ekonomi saat itu. Jika semua kesalahan dijadikan dasar untuk menolak pengakuan terhadap jasa seseorang, maka hampir tidak ada tokoh yang layak menjadi pahlawan,” paparnya.

Dr. Iswadi menilai, pemerintah perlu bersikap bijak dan berani dalam mengambil keputusan terkait wacana pemberian gelar tersebut. Ia berharap, penilaian terhadap Soeharto tidak dibebani oleh kepentingan politik masa kini.

“Pemerintah harus menggunakan ukuran sejarah dan objektivitas, bukan pertimbangan politik jangka pendek. Soeharto adalah bagian penting dari perjalanan bangsa. Mengakui jasanya bukan berarti melupakan kesalahannya, tetapi memberi tempat yang adil dalam sejarah nasional,” tegasnya. (red/rizal jibro).

Post a Comment

Previous Post Next Post