/> Demo Satu Tahun Prabowo: Dr. Iswadi Tegaskan Suara Mahasiswa Tak Boleh Diabaikan

Demo Satu Tahun Prabowo: Dr. Iswadi Tegaskan Suara Mahasiswa Tak Boleh Diabaikan

 

Dr.Iswadi,M.Pd

Jakarta, newsataloen.com - Memasuki satu tahun masa pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, suasana politik nasional kembali diwarnai dengan aksi turun ke jalan oleh ribuan mahasiswa di berbagai kota. Aksi ini bukan sekadar peringatan atas perjalanan waktu, tetapi juga sebuah evaluasi terbuka terhadap arah kebijakan pemerintah yang dinilai semakin menjauh dari aspirasi rakyat.

Dalam konteks ini, Dr. Iswadi seorang akademisi dan pengamat sosial politik, angkat bicara dengan tegas: Suara mahasiswa tidak boleh diabaikan. Demonstrasi ini membawa kembali ke permukaan apa yang dikenal sebagai Tuntutan Mahasiswa 17+8 sebuah daftar panjang berisi 17 tuntutan utama dan 8 tambahan yang telah dirumuskan sejak awal masa pemerintahan Prabowo Gibran.

Tuntutan ini mencerminkan aspirasi publik yang luas, mulai dari penegakan hukum, perlindungan lingkungan, reformasi pendidikan, hak buruh, hingga kritik terhadap proyek-proyek nasional seperti IKN yang dinilai tidak berpihak pada rakyat kecil. Dr. Iswadi, aksi ini bukanlah bentuk oposisi buta terhadap pemerintah, melainkan koreksi moral dan intelektual. Mahasiswa adalah barometer moral bangsa. Ketika mereka turun ke jalan, itu pertanda bahwa ada hal besar yang tidak beres. Pemerintah seharusnya melihat ini sebagai momen refleksi, bukan ancaman

Satu tahun pemerintahan berjalan, namun sebagian besar poin dalam Tuntutan 17+8 belum mendapatkan respons konkret dari pemerintah. Isu seperti pelemahan KPK, kriminalisasi aktivis, revisi UU Cipta Kerja, dan konflik agraria akibat proyek infrastruktur masih menjadi sorotan tajam. Di sisi lain, mahasiswa juga menyoroti memburuknya ruang kebebasan sipil dan potensi otoritarianisme baru yang muncul melalui regulasi yang tidak partisipatif.

Bagi Iswadi, pemerintah seharusnya menyadari bahwa stabilitas politik tidak bisa hanya dibangun dengan kekuatan militer atau represi aparat. “Stabilitas yang sehat lahir dari kepercayaan publik. Dan kepercayaan itu hanya bisa tumbuh jika suara rakyat termasuk mahasiswa dihormati dan didengar, tegasnya.

Yang menarik dari demonstrasi kali ini adalah pendekatan yang lebih terstruktur dan damai. Mahasiswa membawa data, kajian, serta naskah akademik yang menjelaskan dasar dari setiap tuntutan. Ini menunjukkan bahwa mereka tidak sekadar emosional, melainkan kritis dan solutif.

Dr. Iswadi melihat hal ini sebagai perkembangan yang sehat dalam kultur gerakan mahasiswa. Kita tidak lagi melihat aksi hanya sebagai teriakan di jalan, tapi juga sebagai forum intelektual terbuka. Pemerintah harus merespons dengan cara yang sama: berbasis dialog dan argumentasi, bukan kekuasaan.

Dalam penutup pernyataannya, Dr. Iswadi menyerukan kepada Presiden Prabowo untuk membuka ruang komunikasi yang tulus dan transparan dengan mahasiswa serta masyarakat sipil lainnya.

Ia menekankan pentingnya pemerintah merespons tuntutan rakyat sebagai bagian dari proses demokrasi yang sehat.Negara ini tidak bisa dibangun di atas monolog kekuasaan. Demokrasi hanya hidup ketika ada dialog antara pemimpin dan rakyatnya. Jika mahasiswa telah bicara, maka tugas negara adalah mendengar dan bertindak, ucapnya.

Satu tahun adalah waktu yang cukup untuk mengevaluasi arah pemerintahan. Mahasiswa, sebagai kelompok kritis dan progresif, telah menyuarakan keresahan publik. Aksi mereka, sebagaimana ditegaskan oleh Dr. Iswadi, adalah alarm bagi pemerintah agar tidak melupakan janji janji perubahan.Kini, semua mata tertuju pada langkah selanjutnya dari Istana. Apakah suara mahasiswa akan menjadi bahan introspeksi, atau justru diabaikan seperti riak kecil di tengah lautan kekuasaan?. (rel/rizal jibro).

Post a Comment

أحدث أقدم