![]() |
| Dr.Iswadi,M.Pd |
Jakarta, newsataloen.com - Pemindahan Ibu Kota Negara dari Jakarta ke Ibu Kota Nusantara (IKN) bukan sekadar proyek monumental dalam bentuk beton, jalan, dan gedung-gedung pencakar langit. Lebih dari itu, IKN adalah simbol dari sebuah cita cita besar untuk menghadirkan wajah baru Indonesia yang lebih merata, inklusif, dan Indonesia sentris, bukan Jawa sentris.
Sejak pertama kali digaungkan oleh Presiden Joko Widodo, gagasan ini telah menggugah harapan, namun sekaligus memunculkan tantangan nyata bagaimana menjadikan IKN sebagai pusat pemerintahan yang hidup dan bukan hanya kota yang megah di atas kertas?
Dalam kerangka inilah, Dr. Iswadi seorang akademisi sekaligus Tokoh Pendidikan nasional mengusulkan langkah konkret yang sarat makna politis dan simbolis. Ia menegaskan bahwa sudah saatnya Wakil Presiden Republik Indonesia tidak hanya sekadar berkantor simbolis, tetapi tinggal secara penuh di IKN. Usulan ini bukan tanpa alasan.
Menurutnya, kehadiran nyata pemimpin negara di IKN akan menjadi penegasan komitmen, bahwa proyek ini bukan angan angan, melainkan kenyataan yang dijalankan secara bertahap dan konsisten.
Hal tersebut disampaikan nya kepada wartawan Melalui pesan WhatsApp,, Kamis 25 September 2025
Hingga saat ini, ungkap Iswadi, aktivitas pemerintahan pusat masih sepenuhnya berdenyut di Jakarta. Presiden memang telah beberapa kali berkunjung ke IKN, meresmikan berbagai fasilitas, dan memantau perkembangan pembangunan. Namun, aktivitas semacam itu bersifat sementara dan belum mampu membentuk denyut pemerintahan yang stabil di tanah Kalimantan.
"Sementara itu, roda pemerintahan yang sebenarnya pengambilan keputusan strategis, rapat koordinasi kementerian, hingga aktivitas administratif rutin tetap bergantung pada Jakarta," imbuhnya.
Dr. Iswadi berpendapat, di tengah situasi inilah Wakil Presiden memegang peranan kunci. Sebagai figur penting dalam pemerintahan, Wapres memiliki kapasitas tidak hanya untuk mendampingi Presiden, tetapi juga untuk mengkoordinasikan sektor sektor strategis antar lembaga. Jika Wapres menetap dan berkantor di IKN, maka akan tercipta poros kekuasaan baru yang mampu memicu pergerakan birokrasi. ASN, pejabat kementerian, bahkan lembaga negara lainnya akan lebih terdorong untuk mengikuti langkah itu.
"Tidak ada transformasi sistemik yang berhasil tanpa keteladanan dari pucuk pimpinan. Jika pemimpin saja masih nyaman beraktivitas di Jakarta, maka bagaimana mungkin mendorong aparatur sipil dan rakyat untuk percaya bahwa IKN adalah masa depan?," tegas Iswadi.
Usulan ini juga tak lepas dari konteks penghormatan terhadap warisan besar Presiden Joko Widodo. Membangun IKN bukan perkara kecil ni adalah proyek lintas generasi, yang membutuhkan konsistensi lintas pemerintahan. Namun, jika setelah Presiden Jokowi tak ada pemimpin yang benar benar melanjutkan dan menjaga nyala api pembangunan IKN, maka dikhawatirkan proyek ini hanya akan menjadi lambang pembangunan tanpa jiwa,megah di visi, namun kosong di implementasi.
Alumni Program Doktoral Manajemen Pendidikan Universitas Negeri Jakarta tersebut mengatakan Jakarta, dengan segala kelebihannya, memang telah menjadi episentrum pemerintahan selama puluhan tahun. Infrastruktur birokrasi, sistem logistik, dan jaringan layanan publiknya sudah terbentuk dengan baik. Tapi justru karena itulah IKN harus didorong untuk berkembang dari sekarang.
Tidak mungkin menunggu semua kementerian pindah serempak tanpa ada tokoh sentral yang lebih dulu memimpin dari sana. Wapres bisa menjadi pemicu awal. Keberadaan beliau akan menciptakan efek domino: mempercepat perpindahan ASN, memicu tumbuhnya layanan pendidikan dan kesehatan, serta mendorong kehidupan sosial dan ekonomi di kawasan baru tersebut.
Bagaimana dengan kebutuhan rapat kabinet atau urusan penting di Jakarta? Menurut Dr. Iswadi, hal ini bukan hambatan, melainkan tantangan teknis yang bisa diatasi. Teknologi saat ini sudah sangat memungkinkan pemerintahan berjalan dari jarak jauh.(red/rizal jibro).

Post a Comment