/> Dr. Iswadi Soroti Razia Plat Aceh: Langkah Gubernur Sumut Dinilai Berpotensi Memecah Bangsa

Dr. Iswadi Soroti Razia Plat Aceh: Langkah Gubernur Sumut Dinilai Berpotensi Memecah Bangsa

 

Dr.Iswadi,M.Pd

Jakarta, newsataloen.com - Langkah penegakan aturan lalu lintas berupa razia terhadap kendaraan berpelat Aceh di wilayah Sumatera Utara oleh pemerintah provinsi setempat, belum lama ini menuai respons keras dari berbagai kalangan, terutama dari tokoh-tokoh asal Aceh. 

Salah satu yang bersuara lantang adalah Dr. Iswadi, M.Pd., akademisi sekaligus aktivis nasional berdarah Aceh. Ia menyatakan tindakan semacam itu bukan sekadar pelanggaran administratif, melainkan sebuah langkah yang berpotensi meretakkan persatuan bangsa Indonesia.

Dr. Iswadi mengungkapkan keprihatinannya terhadap razia tersebut, yang dinilai dapat menimbulkan stigma terhadap warga Aceh yang sedang melintas atau berdomisili di Sumatera Utara.

"Ini bukan sekadar soal pemeriksaan plat nomor, ujarnya. 

Pada dasarnya, tindakan tersebut menyiratkan bahwa warga Aceh dianggap berbeda atau di luar norma yang berlaku. Padahal, semua warga negara memiliki hak dan kewajiban yang sama. ”Dengan nada tegas, ia memperingatkan bahwa perlakuan seperti itu dapat menumbuhkan rasa ketidakadilan, memunculkan perasaan tersisih, dan pada akhirnya merusak rasa kebersamaan antarwarga negara.

Menurut Dr. Iswadi, langkah administratif tersebut tidak hanya berdampak pada urusan batas wilayah, tetapi juga menyentuh simbol simbol identitas daerah, termasuk penggunaan pelat kendaraan. Bila warga Aceh yang tinggal atau melintas di Sumut terus mengalami razia dengan perlakuan khusus, maka nilai nilai kebangsaan dan semangat persatuan bisa terkikis.


“Masyarakat Aceh bisa merasa bahwa integritas wilayah dan identitas mereka tidak dihormati. Sementara di sisi lain, warga Sumut bisa menangkap kesan adanya pembedaan antarwilayah yang dikelola secara tidak adil ujarnya.

Dr. Iswadi juga memperingatkan bahwa jika kebijakan seperti ini terus diberlakukan tanpa dialog dan sensitivitas, maka potensi konflik horizontal bisa muncul.

Ketika warga daerah A merasa diperlakukan secara berbeda dibanding warga daerah B, lalu wilayahnya diganggu secara administratif, maka benih ketidakpercayaan akan tumbuh, katanya.Dalam skenario terburuk, tindakan-tindakan seperti ini bisa memicu gesekan antarwarga, bahkan memperkuat sentimen identitas kedaerahan di atas identitas kebangsaan.

Ia menegaskan bahwa meskipun razia pelat kendaraan terlihat sepele, simbolisme dan dampak psikologisnya bisa jauh lebih besar daripada sekadar penegakan aturan lalu lintas.

Jika masyarakat merasa negara tidak adil, kesetiaan terhadap negara bisa perlahan lahan terkikis, tegasnya.

Dalam pandangannya, negara wajib menjaga prinsip keadilan dalam setiap kebijakan publik, terutama yang menyentuh aspek identitas dan simbol simbol kedaerahan.

Ia menyarankan agar kebijakan seperti razia pelat Aceh ini dievaluasi ulang dengan mempertimbangkan dimensi historis, sosial, dan psikologis.

Libatkan tokoh-tokoh daerah, masyarakat sipil, dan lakukan dialog terbuka antardaerah. Jangan sampai sebuah aturan dipersepsikan sebagai tindakan represif atau diskriminatif, tegasnya. (rls/red)

Post a Comment

أحدث أقدم