/> Tak Gentar Gerimis, Warga Aceh Timur Bersatu Suarakan Aspirasi, Tagih Janji Status Bencana Nasional ke Presiden

Tak Gentar Gerimis, Warga Aceh Timur Bersatu Suarakan Aspirasi, Tagih Janji Status Bencana Nasional ke Presiden


Aceh Timur, newsataloen.com - Situasi pascabencana banjir besar yang melanda sebagian wilayah Aceh dan Sumatera Utara pada akhir November 2025 tampaknya semakin memanas, memicu reaksi keras dari masyarakat yang terdampak. Ribuan warga di Kabupaten Aceh Timur, yang merasa penanganan bencana di tingkat daerah sudah tidak memadai, maka menyuarakan aspirasi mereka langsung ke pemerintah pusat melalui aksi protes damai yang berlangsung dramatis di tengah hujan gerimis.

Dilaporkan langsung dari Kecamatan Madat, Aceh Timur, pada Selasa (16/12/2025), massa yang diperkirakan mencapai ribuan orang mulai memadati jalanan utama sejak sekitar pukul 11.30 WIB. Mereka yang tergabung dalam Gerakan Rakyat Aceh Bersatu (GARAB) melakukan long march yang tidak hanya melumpuhkan arus lalu lintas selama kurang lebih dua jam, tetapi juga penuh dengan simbolisme mendalam.

Para demonstran terlihat membawa spanduk, bendera putih sebagai tanda keputusasaan atau menyerah pada keadaan, dan puluhan bendera Bulan Bintang, sebuah simbol yang sarat makna historis di Aceh. Di samping demonstrasi fisik, mereka juga secara resmi menyusun dan membawa petisi yang merinci tuntutan serta dampak buruk yang mereka alami akibat musibah banjir dahsyat tersebut.

Dalam orasi yang penuh semangat, Masri, juru bicara utama GARAB, dengan tegas menyuarakan tuntutan agar Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, segera menetapkan bencana banjir Aceh dan Sumatera Utara sebagai bencana nasional. Menurut Masri, skala kerusakan dan dampaknya sudah melampaui kapasitas penanganan pemerintah daerah, sehingga intervensi penuh dari pemerintah pusat melalui status bencana nasional menjadi mutlak diperlukan.

Masri memaparkan data dan fakta mengerikan di lapangan:

  • Ribuan unit rumah warga dilaporkan terendam air bah dan mengalami kerusakan parah.
  • Infrastruktur vital, termasuk ruas jalan utama dan jembatan, terputus total dan rusak berat, mengisolasi banyak wilayah.
  • Data korban jiwa juga mengkhawatirkan, dengan seribuan warga dilaporkan meninggal dunia dan banyak lainnya mengalami luka-luka.
  • Risiko kesehatan masyarakat meningkat tajam pascabanjir, mengancam terjadinya wabah penyakit.
  • Puluhan ribu warga saat ini masih mengungsi di lokasi penampungan darurat tanpa adanya kepastian yang jelas mengenai nasib mereka ke depan.

"Kondisi saat ini bukan lagi sekadar bencana lokal atau regional. Dampaknya sudah lintas provinsi dan melumpuhkan sendi-sendi kehidupan masyarakat secara total, termasuk aktivitas perekonomian yang terhenti penuh, menyebabkan kerugian material yang sangat besar," tegas Masri di hadapan massa. "Oleh karena itu, penanganan bencana ini membutuhkan koordinasi yang cepat, terstruktur, dan menyeluruh yang hanya bisa dilakukan oleh pemerintah pusat dengan penetapan status bencana nasional,"katanya.

Status ini secara otomatis akan mengaktifkan pengerahan sumber daya nasional secara maksimal, termasuk:

  • Pengerahan Tenaga Ahli dan Logistik: Pemerintah pusat melalui Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) akan mengambil alih komando penanganan dan mengerahkan segala kekuatan yang diperlukan, dari personel hingga bantuan logistik.
  • Akses Dana Siap Pakai: Status nasional membuka akses terhadap dana cadangan pemerintah pusat atau dana siap pakai yang dicadangkan khusus untuk situasi darurat bencana.
  • Prioritas Penanganan: Seluruh elemen pemerintahan diwajibkan memprioritaskan penanganan bencana di wilayah terdampak.

Prosedur penetapan ini biasanya bertahap, dimulai dari penetapan status darurat bencana di tingkat kabupaten/kota oleh bupati/wali kota, yang kemudian dapat ditingkatkan ke tingkat provinsi oleh gubernur jika kapasitas terlampaui, dan akhirnya ke tingkat nasional oleh Presiden. Masa berlaku status ini pun bisa beragam, dengan status nasional dapat berlaku antara satu hingga tiga bulan, dan dapat diperpanjang berdasarkan kajian situasi lapangan.

Isu penetapan status bencana nasional untuk banjir Sumatera ini sendiri memang sedang menjadi sorotan hangat, bahkan memicu perdebatan di ranah hukum, di mana seorang advokat mengajukan gugatan tata usaha negara (PTUN) kepada Presiden untuk memerintahkan penetapan status tersebut, mengingat semua indikator dinilai telah terpenuhi. Namun, Presiden Prabowo sendiri, dalam pernyataan terbaru, sempat mengungkapkan alasan mengapa status tersebut belum ditetapkan, sebuah dinamika yang menunjukkan kompleksitas di balik keputusan tersebut.

Menanggapi lambannya respons pusat atau ketidakpastian status ini, juru bicara GARAB, Masri, memberikan ultimatum yang jelas. Pihaknya mengancam akan menggelar aksi protes dengan jumlah massa yang jauh lebih besar dan masif lagi apabila tuntutan mereka tidak dipenuhi atau tidak ada kejelasan respons yang konkret dari pemerintah pusat hingga batas waktu yang ditentukan, yakni tanggal 30 Desember mendatang.

Secara keseluruhan, aksi damai yang berujung pada penyampaian petisi tegas dari ribuan warga Aceh Timur ini menjadi cerminan nyata dari keparahan krisis kemanusiaan dan infrastruktur yang melanda Aceh dan Sumatera Utara. Tuntutan untuk status bencana nasional menggarisbawahi kebutuhan mendesak akan penanganan terkoordinasi dan sumber daya yang lebih besar dari pusat. (tim/red).

Post a Comment

Previous Post Next Post