Aceh Utara, newsataloen.com – Dunia pendidikan di Kabupaten Aceh Utara kini tengah menghadapi masa-masa tersulit dalam sejarahnya. Di saat masyarakat seharusnya menikmati masa tenang libur akhir tahun, sebuah musibah besar justru datang melanda.
Bencana banjir bandang dahsyat menerjang wilayah ini belum lama ini, melumpuhkan total urat nadi pendidikan dan meninggalkan jejak kehancuran yang sangat masif di berbagai jenjang sekolah. Peristiwa ini bukan sekadar genangan air biasa.
Sementara, debit air yang meningkat drastis dari wilayah hulu membawa material destruktif berupa kayu-kayu besar dan lumpur pekat. Kekuatan air bah tersebut menghantam dinding-dinding ruang kelas dengan daya rusak tinggi, mulai dari Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Sekolah Dasar (SD), hingga Sekolah Menengah Pertama (SMP). Infrastruktur yang telah dibangun bertahun-tahun dilaporkan hancur lebur hanya dalam hitungan jam.
Berdasarkan laporan terkini dari lapangan, kondisi sekolah-sekolah di Aceh Utara tampak sangat memprihatinkan. Pagar-pagar sekolah yang kokoh kini roboh berserakan, sementara ruang kelas yang dulunya menjadi tempat ceria bagi siswa belajar, kini tertimbun lumpur dengan ketebalan mencapai 20 hingga 50 sentimeter. Aroma sisa banjir dan kerusakan material kayu mendominasi suasana di lokasi kejadian.
Kerugian yang dialami tidak hanya bersifat fisik pada struktur bangunan, namun juga pada aset intelektual yang tak ternilai harganya. Ribuan buku teks yang menjadi jendela ilmu bagi para siswa kini ditemukan dalam kondisi hancur menyerupai bubur kertas akibat terendam air dan lumpur dalam waktu lama.
Selain itu, dokumen-dokumen penting sekolah, termasuk data induk siswa dan arsip administratif, dilaporkan hilang atau rusak berat. Fasilitas teknologi yang menjadi tulang punggung pendidikan modern pun tak luput dari amukan alam. Perangkat komputer, peralatan laboratorium yang sensitif, serta alat Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) bernilai tinggi gagal diselamatkan karena kenaikan air yang terjadi begitu cepat dan di luar prediksi warga sekolah. Perabotan sekolah seperti meja, kursi, dan lemari ditemukan dalam kondisi hancur, bahkan banyak di antaranya yang hanyut terbawa arus deras yang tidak terbendung.
Plt. Sekda Aceh Utara, Jamaludin, S.Sos, M.Pd, secara resmi mengonfirmasi bahwa musibah ini merupakan salah satu bencana dengan dampak paling parah bagi ekosistem pendidikan di wilayah tersebut. Skala kerusakan yang terjadi sangat luas, mencakup hampir seluruh wilayah administratif di Aceh Utara.
Dari total 383 unit sekolah (mencakup TK, SD, dan SMP) yang ada di bawah naungan Disdikbud Aceh Utara, mayoritas besar mengalami kerusakan dengan rincian sebagai berikut: Rusak Berat 271 unit sekolah, Rusak Sedang 97 unit sekolah, dan Rusak Ringan: 15 unit sekolah.
"Kami melihat kerusakan yang sangat masif, terutama pada alat peraga pendidikan dan literatur. Puluhan ribu eksemplar buku hancur, ribuan set alat peraga pendidikan rusak total, serta lebih dari 500 set alat laboratorium dan 1.600 set lebih KIT IPA yang menjadi penunjang praktikum siswa kini tidak lagi dapat digunakan," ungkap Jamaludin dalam keterangan resminya kepada awak media dalam konferensi pers di oproom kantor Bupati Aceh besar, Rabu (24/12/2025).
Menghadapi kehancuran infrastruktur yang bertepatan dengan berakhirnya masa libur semester, Plt. Sekda Aceh Utara menyatakan Pemerintah Kabupaten Aceh Utara bergerak cepat dengan merumuskan solusi agar hak belajar siswa tetap terpenuhi. Untuk menjamin keberlangsungan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) tanpa mengabaikan faktor keselamatan, pemerintah memperkenalkan Skema Pembelajaran Adaptif dan Fleksibel.
Jamaludin menegaskan bahwa keselamatan nyawa siswa dan tenaga pendidik adalah prioritas utama yang tidak bisa ditawar. Oleh karena itu, bagi sekolah yang bangunannya dinyatakan tidak layak huni atau berisiko roboh, aktivitas pendidikan akan dialihkan sementara ke fasilitas publik yang lebih aman.
Beberapa langkah mitigasi yang segera dilaksanakan dengan memanfaatkan Aula Desa atau Meunasah sebagai ruang kelas sementara. Menggunakan gedung pertemuan warga dan ruang serbaguna lainnya yang memiliki struktur bangunan kokoh
"Langkah darurat ini kami ambil agar mobilitas siswa dan guru tetap terjaga meskipun dalam keterbatasan. Kami tidak ingin semangat belajar anak-anak padam akibat bencana ini. Pemerintah daerah kini tengah berupaya maksimal untuk melakukan pemulihan secepat mungkin," pungkas Jamaludin yang juga Kadisdikbud. Aceh Utara di dampingi Bupati Aceh Utara Ayahwa, Kadiskominfosa, Halidi,S.Sos,MM dan Juru bicara Pemkab Aceh Utara, Muntasir dan ratusan awak media cetak dan elektronik di daerah itu.
Kejadian ini memicu keprihatinan luas dari berbagai pihak. Mengingat besarnya jumlah alat laboratorium dan buku yang hancur, diperlukan sinergi antara pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pihak swasta untuk melakukan revitalisasi pendidikan di Aceh Utara. (tim/red).

Post a Comment