/> Mendidik untuk Membebaskan: Paulo Freire dan Gagasan Pembebasan Dr. Iswadi

Mendidik untuk Membebaskan: Paulo Freire dan Gagasan Pembebasan Dr. Iswadi

 


Jakarta, newsataloen.com - Pendidikan bukan sekadar proses mentransfer pengetahuan, tetapi merupakan sarana transformatif untuk membangun kesadaran, membebaskan manusia dari belenggu penindasan, dan menciptakan perubahan sosial. Pemikiran ini menjadi inti dari teori pendidikan pembebasan yang dicetuskan oleh Paulo Freire, seorang filsuf dan pendidik asal Brasil yang sangat berpengaruh di dunia pendidikan kritis. 

Gagasan gagasannya telah menginspirasi banyak tokoh pendidikan di berbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia, salah satunya Dr. Iswadi, yang secara aktif mengembangkan pendekatan pendidikan yang berorientasi pada pembebasan dan kesadaran kritis.

Paulo Freire dalam karya monumentalnya Pedagogy of the Oppressed (1970), mengkritik sistem pendidikan konvensional yang ia sebut sebagai “pendidikan gaya bank.” Dalam model ini, guru diposisikan sebagai pihak yang serba tahu, sementara siswa dianggap sebagai wadah kosong yang harus diisi dengan pengetahuan. 

Proses belajar bersifat satu arah dan cenderung menindas, karena tidak memberikan ruang bagi siswa untuk berpikir kritis ataupun memahami realitas sosial yang mereka hadapi. Freire menegaskan bahwa pendidikan seharusnya menjadi praktik pembebasan, bukan penindasan.

Konsep pendidikan pembebasan menurut Freire berakar pada kesadaran kritis  yaitu proses di mana peserta didik menyadari struktur sosial, politik, dan ekonomi yang membelenggu kehidupan mereka, dan kemudian terdorong untuk bertindak mengubah kondisi tersebut. Pendidikan harus mendorong dialog, partisipasi aktif, dan refleksi terhadap realitas. 

Guru tidak lagi menjadi otoritas tunggal, melainkan fasilitator yang belajar bersama peserta didik dalam hubungan yang setara.Gagasan gagasan ini kemudian diresonansikan dalam konteks pendidikan Indonesia oleh tokoh tokoh seperti Dr. Iswadi. Dalam berbagai pemikiran dan praktik pendidikannya, Dr. Iswadi menjadikan pendidikan sebagai sarana untuk membangun kesadaran diri, membentuk karakter mandiri, dan mendorong peserta didik untuk memahami realitas sosial mereka secara lebih dalam.

 Pendidikan menurutnya harus mampu menjawab persoalan persoalan riil yang dihadapi masyarakat, bukan hanya sekadar mengejar nilai akademik atau formalitas kurikulum.Dr. Iswadi menekankan bahwa pendidikan tidak bisa dilepaskan dari konteks sosial budaya di mana proses pembelajaran itu berlangsung. Ia melihat bahwa banyak sistem pendidikan di Indonesia masih mengadopsi pola vertikal, di mana siswa kurang diberdayakan untuk berpikir kritis dan kreatif.

 Dalam pandangannya, pendidikan harus mengembangkan manusia yang utuh  bukan hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga sadar secara sosial dan bertanggung jawab secara moral.Salah satu kontribusi penting Dr. Iswadi adalah pendekatannya yang mengedepankan dialog dan partisipasi aktif dalam proses pembelajaran.

 Ia mendorong agar guru dan siswa terlibat dalam relasi edukatif yang membangun, bukan relasi kekuasaan yang menekan. Ini sejalan dengan gagasan Freire tentang pendidikan dialogis, di mana guru dan murid belajar bersama dan saling memberi makna terhadap pengalaman mereka.

Lebih jauh, Dr. Iswadi juga melihat pendidikan sebagai alat untuk membebaskan masyarakat dari ketidakadilan struktural. Ia percaya bahwa pendidikan yang membebaskan akan melahirkan individu individu yang peka terhadap ketimpangan, mampu berpikir secara mandiri, dan berani mengambil peran dalam perubahan sosial. Dengan kata lain, pendidikan tidak hanya untuk mendapatkan pekerjaan, tetapi juga untuk membentuk warga negara yang kritis dan peduli terhadap lingkungannya.

Kesamaan antara Paulo Freire dan Dr. Iswadi terletak pada pandangan bahwa pendidikan harus berakar pada kemanusiaan. Pendidikan bukan sekadar instrumen teknis, tetapi merupakan proses humanisasi yang mendalam. Keduanya menolak pandangan bahwa siswa adalah objek pasif, dan menekankan bahwa pendidikan harus membuka ruang dialog, membangun kesadaran, serta memberdayakan individu untuk menjadi agen perubahan. (rls/red/ops/mi)

Post a Comment

أحدث أقدم