Jakarta, newsataloen.com - Seorang tokoh pendidikan yang berpengalaman luas,yang merupakan Pendiri organisasi Pejuang Pendidikan Indonesia, Dr. Iswadi, kembali menyita perhatian publik melalui pernyataannya yang mengangkat isu mendalam terkait Paradoks Pendidikan Indonesia.
Dr. Iswadi menyoroti realitas ironis bahwa meskipun akses dan jenjang pendidikan di Indonesia semakin meningkat, hal tersebut tidak serta merta dibarengi dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia, terutama dalam hal karakter, integritas, dan daya saing.
Kita menghadapi situasi paradoks. Lulusan bertambah, gelar akademik melimpah, tetapi kualitas berpikir kritis, empati sosial, hingga moralitas justru banyak dipertanyakan. Ini alarm bagi masa depan bangsa,
Hal tersebut disampaikan nya kepada wartawan Melalui pesan WhatsApp,, Sabtu 18 Oktober 2025
Menurut Dr. Iswadi, sistem pendidikan di Indonesia masih sangat terjebak pada pendekatan formalisme. Ukuran keberhasilan pendidikan masih terlalu terpaku pada capaian angka, ijazah, dan sertifikasi, bukan pada pembangunan karakter, kompetensi nyata, dan kemampuan menyelesaikan masalah
Ia menambahkan bahwa banyak lembaga pendidikan dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi lebih menekankan pada hafalan dan pencapaian nilai akademik ketimbang pembentukan kepribadian dan keterampilan hidup.
Kurikulum kita terlalu padat muatan kognitif, miskin nilai afektif dan psikomotorik. Akibatnya, pendidikan gagal menjawab kebutuhan nyata masyarakat dan dunia kerja, tegasnya.
Dr. Iswadi juga menyoroti kesenjangan yang masih lebar antara akses pendidikan dan kualitas pendidikan itu sendiri. Meskipun program wajib belajar 12 tahun dan peningkatan infrastruktur pendidikan telah berhasil meningkatkan angka partisipasi sekolah, namun belum diikuti dengan pemerataan kualitas pengajaran.
“Di kota-kota besar, siswa mungkin memiliki akses ke guru berkualitas, teknologi, dan sumber belajar yang memadai. Tapi di daerah 3T (Terdepan, Terluar, dan Tertinggal), anak-anak masih kesulitan mendapatkan guru tetap, bahkan buku teks pun langka,” ungkapnya.
Menurutnya, ini menjadi tantangan serius karena menciptakan dua wajah pendidikan di Indonesia: satu yang maju dan terhubung dengan dunia global, satu lagi yang masih berjuang memenuhi kebutuhan dasar.
Dalam pernyataannya, Dr. Iswadi juga menyinggung fenomena krisis karakter di kalangan pelajar dan mahasiswa. Ia menilai meningkatnya kasus plagiarisme, kecurangan akademik, hingga intoleransi di lingkungan pendidikan merupakan cerminan dari kegagalan sistem pendidikan dalam membentuk nilai moral dan etika.
Anak anak cerdas secara akademik, tapi tak tahan godaan mencontek atau mengambil jalan pintas. Ini bukan sekadar masalah individu, tapi cerminan bahwa sistem tidak menanamkan integritas sejak dini, katanya
Sebagai solusi, Dr. Iswadi menyerukan pentingnya reformasi pendidikan yang tidak hanya fokus pada kurikulum dan sarana, tetapi juga pada paradigma dasar pendidikan itu sendiri. Ia mengajak semua pemangku kepentingan pemerintah, sekolah, guru, orang tua, dan masyarakat untuk kembali pada tujuan hakiki pendidikan: membentuk manusia seutuhnya.
Ia juga mendorong penguatan pendidikan karakter, pembelajaran kontekstual, pelatihan guru berkelanjutan, serta integrasi teknologi yang bermakna bukan sekadar digitalisasi formalitas.
Pendidikan harus melahirkan manusia merdeka yang berpikir kritis, berempati, dan bertanggung jawab. Tanpa itu, sebanyak apa pun gedung sekolah dan gelar akademik tidak akan membawa bangsa ini maju tutup Alumni Program Doktoral Manajemen Pendidikan Universitas Negeri Jakarta tersebut. (red/rizal jibro).

إرسال تعليق