![]() |
| Dr.Iswadi,M.Pd |
Jakarta, newsataloen.com - Ketua Umum Solidaritas Pemersatu Bangsa Indonesia (SPBI) Dr. Iswadi, M.Pd menyambut hangat kebijakan Presiden Prabowo Subianto yang memberi lampu hijau bagi pemutihan tunggakan iuran BPJS Kesehatan, dan menganggapnya sebagai bukti nyata keberpihakan negara terhadap rakyat.
Lebih dari sekadar langkah administratif, bagi Iswadi kebijakan ini memiliki makna sosial politis yang dalam: memperkuat jaminan kesehatan nasional sebagai hak warga negara, serta meredam beban yang selama ini mencekik banyak keluarga kurang mampu.Dalam pandangannya, utang iuran yang menumpuk yang menurut pihak BPJS dilaporkan mencapai lebih dari 23 juta peserta.
Menjadi hambatan serius bagi akses pelayanan kesehatan. Dengan status kepesertaan yang nonaktif, banyak masyarakat yang secara ekonomi rentan justru tak bisa memanfaatkan program jaminan yang semestinya memberi perlindungan. Kebijakan pemutihan ini, kata Iswadi, adalah bentuk pengakuan negara terhadap kondisi tersebut: bahwa banyak peserta “terjebak dalam kewajiban yang sulit dipenuhi karena faktor ekonomi, bukan karena kemauan untuk abai.
Iswadi menyoroti dua hal utama dari kebijakan ini. Pertama, dimensi keadilan sosial Dengan menghapus tunggakan iuran, negara memberikan kesempatan yang sama bagi semua warga terutama mereka yang sebelumnya terhambat oleh utang iuran agar kembali aktif menjadi peserta. Ini menurut Iswadi tak hanya soal administratif, tetapi soal hak asasi: hak atas kesehatan yang dijamin dalam konstitusi.
Ini sejalan dengan pernyataan lembaga pengawas bahwa pemutihan adalah upaya mengembalikan marwah jaminan sosial sebagai pelayanan publik. Kedua, aspek keberlanjutan program jaminan kesehatan Iswadi menekankan bahwa langkah pemutihan bukan berarti pembiaran tunggakan, melainkan membangun fondasi baru: dengan penghapusan utang, peserta bisa kembali membayar iuran secara bersih tanpa beban masa lalu yang menghambat.
Hal ini dapat memperkuat kolektabilitas iuran dan menghidupkan kembali keaktifan kepesertaan, yang menjadi salah satu tantangan utama program jaminan kesehatan.
Lebih jauh, Iswadi melihat kebijakan ini sebagai manifestasi konkret dari prinsip “keberpihakan kepada rakyat kecil”. Dalam suasana ekonomi yang penuh tantangan inflasi, daya beli yang menurun, pekerjaan informal yang meluas banyak peserta yang memang sulit untuk menyetor iuran.
Dengan pemutihan, negara memberi ruang untuk memperbaiki akses tanpa harus terlebih dahulu membayar utang. Ini menurut Iswadi adalah bentuk tanggung jawab negara yang seharusnya muncul dalam sistem jaminan sosial.
Meski demikian, Iswadi juga mengingatkan bahwa keberhasilan kebijakan ini sangat tergantung pada mekanisme pelaksanaannya. Ia menggarisbawahi bahwa pemutihan harus tepat sasaran khusus bagi mereka yang benar-benar tidak memiliki kemampuan untuk membayar. Hal ini juga telah menjadi catatan dari pihak BPJS dan lembaga pengawas: verifikasi data peserta, transparansi, dan akuntabilitas mutlak diperlukan agar kebijakan tidak disalahgunakan dan tidak meruntuhkan sistem keuangan program.
Ia menambahkan bahwa pemutihan tidak boleh menjadi “jalan pintas populis” tanpa diiringi reformasi struktural. Untuk itu, Iswadi menyerukan beberapa poin penting: sosialisasi yang masif terhadap peserta, terutama segmen informal; peningkatan efisiensi dan tata kelola di BPJS Kesehatan agar beban keuangan program tertangani; serta penguatan data sosial ekonomi seperti melalui Data Tunggal Sosial dan Ekonomi Nasional (DTSEN) agar sasaran bantuan tepat.
Di samping itu, Iswadi memandang bahwa kebijakan ini memiliki efek positif bagi kepercayaan publik terhadap program jaminan kesehatan. Peserta yang selama ini merasa “terlupakan” oleh sistem karena tunggakan, kini mendapatkan sinyal bahwa negara hadir dan memberi solusi. ***

إرسال تعليق