![]() |
Oleh : Teuku Saifuddin Alba
Setiap kali pesta demokrasi usai, lahirlah wajah-wajah baru yang duduk di kursi dewan. Mereka melangkah gagah dengan jas rapi, berdiri di podium, berbicara seolah semua masalah rakyat akan mereka selesaikan. Namun pertanyaan yang harus kita renungkan bersama: apakah setelah duduk di kursi empuk itu, mereka masih ingat siapa yang memberi jalan hingga bisa berada di sana?
Kursi dewan itu ada bukan karena harta, bukan karena pangkat, bukan pula karena kepintaran semata. Kursi itu ada karena suara rakyat. Suara dari orang-orang kecil yang rela berpanas-panasan datang ke TPS, suara dari ibu-ibu yang menjual ayam terakhirnya demi biaya hidup tapi masih percaya pada janji perubahan, suara dari buruh tani, nelayan, guru honorer, hingga anak muda yang mendambakan masa depan lebih baik. Semua itu disatukan untuk mengantarkan seseorang duduk di kursi kehormatan.
Namun, betapa sering kursi itu berubah menjadi singgasana. Rakyat yang dahulu dielu-elukan, kini dipandang sebelah mata. Mereka yang dulu dihamparkan janji, kini hanya menerima janji baru tanpa bukti. Rakyat dijadikan tangga, setelah sampai di atas, tangga itu dilupakan.
Tidakkah hati seorang anggota dewan tersentuh melihat rakyat masih hidup di rumah reyot, tidur di lantai beralas tikar usang, sementara dirinya duduk di ruang ber-AC dengan segala fasilitas? Tidakkah telinga mereka panas ketika mendengar keluhan rakyat yang lapar, sementara sidang parlemen kerap kosong oleh absensi mereka sendiri?
Rakyat bukan sekadar angka dalam perhitungan suara. Rakyat adalah pemilik sah kursi itu. Mereka menitipkan amanah, bukan memberikan kekuasaan mutlak. Maka, ketika dewan melupakan rakyat, sesungguhnya mereka sedang mengkhianati kepercayaan yang telah diberikan.
Ingatlah, rakyat bisa mengangkat, rakyat juga bisa menjatuhkan. Sejarah negeri ini berulang kali membuktikan bahwa kekuasaan yang berpaling dari rakyat akan runtuh, sekuat apapun ia dibangun.
Wahai para anggota dewan, jangan tunggu rakyat menjerit lebih keras. Jangan tunggu kepercayaan itu habis terkikis. Ingatlah selalu bahwa kursi yang kalian duduki hanyalah titipan rakyat, bukan hak milik pribadi. Menghargai rakyat adalah menghargai diri kalian sendiri.
Bila masih ada yang berpikir sebaliknya, bersiaplah Rakyat tidak akan pernah lupa pada siapa yang mengkhianati mereka. ***

إرسال تعليق