/> Dr. Iswadi: Kembalilah ke UUD 1945 yang Murni, Jiwa Asli Pancasila

Dr. Iswadi: Kembalilah ke UUD 1945 yang Murni, Jiwa Asli Pancasila

 

Dr.Iswadi,M.Pd

Jakarta, newsataloen.com -  Dalam sebuah wawancara khusus menjelang Hut RI ke 80 bersama awak media, Dr. Iswadi menyampaikan sebuah gagasan yang mengundang perhatian sekaligus menggugah kesadaran kebangsaan: pentingnya kembali kepada Undang-Undang Dasar 1945 yang murni, sebagaimana digali dan dirumuskan oleh para pendiri bangsa. Bagi beliau, UUD 1945 yang asli bukan sekadar dokumen hukum, tetapi merupakan cerminan jiwa dan semangat Pancasila yang lahir dari rahim sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia.

Dr. Iswadi memulai dengan menekankan bahwa Indonesia dibangun di atas fondasi nilai nilai luhur yang terkandung dalam Pancasila. Lima sila itu bukan hanya simbol ideologis, melainkan dasar negara yang menjadi arah dan tujuan berbangsa. Namun, menurutnya, Pancasila tidak dapat berdiri sendiri tanpa sistem ketatanegaraan yang benar-benar menggambarkan semangat aslinya  dan sistem itu adalah UUD 1945 versi awal, sebelum mengalami amandemen.

“UUD 1945 yang asli,” ujar Dr. Iswadi, “adalah manifestasi utuh dari Pancasila. Ia tidak lahir di ruang hampa, melainkan dari hasil perenungan, perdebatan, dan konsensus tokoh-tokoh bangsa yang ingin menciptakan tatanan negara yang adil, berdaulat, dan berkeadaban

Ia kemudian membedah sejarah perumusan UUD 1945 oleh BPUPKI dan PPKI. Di dalamnya terdapat semangat gotong royong, musyawarah, dan perwakilan rakyat yang tidak terjebak pada sistem demokrasi liberal ala Barat maupun sosialisme otoriter. Sistem pemerintahan yang dirancang dalam UUD 1945 versi asli adalah presidensial yang kuat namun tetap terbatas oleh etika dan prinsip kolektif, dengan MPR sebagai lembaga tertinggi negara yang menjalankan kedaulatan rakyat.

Namun setelah empat kali amandemen yang terjadi pada tahun 1999 hingga 2002, wajah UUD 1945 berubah drastis. Amandemen yang dimaksudkan untuk menyempurnakan, justru menurut Dr. Iswadi, telah menggeser roh dan semangat konstitusi itu sendiri. Banyak pasal-pasal kunci yang diubah atau dihapus, dan sistem ketatanegaraan menjadi bercorak parlementer liberal. Ia menyayangkan bahwa dalam proses amandemen tersebut, nilai-nilai Pancasila tidak dijadikan tolok ukur utama.

“Sekarang kita punya UUD yang terlalu teknokratis, kehilangan sentuhan ideologis. Kedaulatan rakyat seolah hanya berhenti di bilik suara setiap lima tahun. Padahal, dalam UUD 1945 yang asli, rakyat adalah sumber kekuasaan yang hadir dalam setiap pengambilan keputusan strategis,” tegasnya.

Dr. Iswadi juga menyoroti dampak amandemen terhadap sistem demokrasi dan politik di Indonesia. Ia menyebut bahwa demokrasi kita hari ini terlalu prosedural, mengutamakan aspek legal-formal, namun miskin nilai dan semangat kebangsaan. UUD hasil amandemen membuka ruang luas bagi dominasi partai politik dan kepentingan ekonomi, sementara suara rakyat yang sebenarnya kerap tenggelam dalam hiruk-pikuk politik praktis.

Ia menegaskan bahwa kembali ke UUD 1945 yang murni bukan berarti anti-demokrasi atau melawan reformasi. Sebaliknya, justru sebagai koreksi atas arah reformasi yang telah menjauh dari cita-cita luhur Pancasila. Menurutnya, revisi atau penyempurnaan tetap bisa dilakukan, namun tidak boleh menghilangkan semangat dasar dari konstitusi itu sendiri.

“Kalau kita ingin membangun Indonesia yang berdaulat secara politik, berdikari dalam ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan  sebagaimana dikatakan Bung Karno  maka kita harus menata ulang sistem konstitusi kita agar sejalan dengan jiwa Pancasila,” jelas Iswadi, Sabtu malam (16/08/2025).

Lebih lanjut, Dr. Iswadi mengajak para akademisi, pemimpin bangsa, dan generasi muda untuk memulai dialog serius mengenai arah ketatanegaraan Indonesia. Ia tidak serta-merta menyerukan revolusi hukum, tetapi mendesak adanya evaluasi mendalam yang melibatkan seluruh elemen bangsa. Ia menyarankan agar bangsa ini belajar dari pengalaman, bukan hanya dari teori-teori politik asing.(rel/rizal jibro).

Post a Comment

أحدث أقدم