/> Berita Opini: Kemarau Ekonomi, Ketika Rakyat Kecil Dibiarkan Bertahan Sendiri

Berita Opini: Kemarau Ekonomi, Ketika Rakyat Kecil Dibiarkan Bertahan Sendiri

 



Oleh: Teuku Saifuddin Alba

Aceh Utara, newsataloen.com - Kemarau tak selalu berbicara tentang kekeringan tanah dan ladang yang retak. Kini, kita sedang menyaksikan kemarau dalam dimensi ekonomi, di mana rakyat kecil kehabisan daya untuk bertahan hidup. Ini bukan hanya sekadar pelambatan ekonomi, tapi kemandekan harapan di tengah masyarakat bawah yang semakin terjepit dalam kesulitan hidup yang berkepanjangan.

Di pasar-pasar tradisional Aceh Utara, geliat ekonomi tidak lagi semeriah dulu. Para pedagang menggelar dagangan mereka dengan wajah penuh cemas. Mukhlis, seorang pedagang ikan di Pasar Inpres Krueng Mane, menyebut hari-harinya kini lebih banyak menunggu daripada menjual. "Dulu jam 10 pagi ikan sudah habis. Sekarang, sampai Zuhur pun masih banyak yang belum laku. Pembeli sangat berkurang," tuturnya dengan nada lelah.

Fenomena ini bukan hal lokal semata. Ini adalah gambaran utuh dari ekonomi yang timpang. Harga-harga kebutuhan pokok terus melonjak, sementara penghasilan masyarakat stagnan, bahkan cenderung menurun. Tidak sedikit buruh yang mengeluh karena upah harian dipotong, nelayan yang enggan melaut karena biaya solar makin tinggi, dan petani yang tidak mampu membeli pupuk bersubsidi.

Ketika Angka Tak Lagi Mewakili Fakta

Ironisnya, dalam berbagai pemberitaan nasional, kita kerap disuguhi data yang katanya menunjukkan pertumbuhan ekonomi, penurunan angka kemiskinan, dan keberhasilan program bantuan. Namun, data dan narasi elite itu seolah hidup di alam yang berbeda. Rakyat kecil tidak makan dari angka statistik. Mereka makan dari hasil jerih payah harian yang kian menipis nilainya.

Program bantuan sosial seperti PKH, BPNT, dan BLT semestinya menjadi penopang, tapi realitas di lapangan jauh dari ideal. Banyak masyarakat yang benar-benar membutuhkan justru tak masuk daftar, sementara yang menerima sering kali mereka yang tak layak. Akibatnya, keadilan sosial yang dijanjikan negara hanya menjadi slogan kosong.

Kebijakan Tanpa Rasa, Rakyat Tanpa Arah

Kemarau ekonomi ini tak hanya mencerminkan krisis keuangan, tapi juga krisis kepemimpinan dan kepekaan sosial. Kebijakan ekonomi terlalu kaku, tidak menyentuh langsung kebutuhan rakyat. Yang dibutuhkan bukan hanya bantuan sesaat, tapi pemberdayaan ekonomi yang berkelanjutan.

Mengapa tidak digalakkan koperasi rakyat secara massif? Mengapa pelaku UMKM lokal tak diberi akses lebih luas ke pasar digital? Mengapa pupuk dan solar bersubsidi tak bisa dijamin sampai ke tangan petani dan nelayan? Semua ini bisa dijawab jika niat politik berpihak kepada rakyat, bukan kepada korporasi dan elit tertentu.

Ketahanan Rakyat Ada Batasnya

Selama ini, rakyat kecil selalu menjadi kelompok yang paling sabar. Mereka rela antre untuk bantuan, menahan lapar demi anak-anak, dan tetap bekerja meski hasilnya tak seberapa. Tapi ketahanan ini ada batasnya. Jika terus dibiarkan tanpa solusi konkret, bisa saja berubah menjadi frustrasi sosial yang memicu keresahan.

Kita tidak boleh terus menyalahkan keadaan global, pandemi, atau geopolitik. Karena yang mereka butuhkan bukan alasan, tapi kehadiran nyata pemerintah dan para pemangku kepentingan.

Seruan untuk Kebangkitan Sosial

Kemarau ekonomi ini harus menjadi alarm bagi semua pihak—pemerintah, pemimpin daerah, tokoh masyarakat, hingga media. Kita harus bersama-sama mendorong lahirnya kebijakan yang benar-benar berpihak pada rakyat kecil. Bukan hanya dalam bentuk subsidi, tapi juga dukungan struktural dan akses ekonomi yang adil.

Sebagai pekerja sosial dan bagian dari masyarakat akar rumput, saya menyerukan agar pemerintah mendengarkan jeritan ini. Jangan tunggu sampai rakyat berhenti berharap. Karena ketika harapan mati, maka bangsa ini benar-benar dalam bahaya.

Mari bangun kembali kekuatan ekonomi rakyat dari bawah. Bukan hanya untuk bertahan hidup, tapi untuk kembali bermartabat di tanah sendiri. (Penulis adalahn Pekerja Sosial, Pemerhati Ekonomi Rakyat)

Post a Comment

أحدث أقدم