Oleh: Ir. Maimun, S.T.
PendahuluanKabupaten Bireuen merupakan salah satu wilayah di Aceh yang dikaruniai kekayaan alam luar biasa, mulai dari ekosistem sungai, hutan, lahan basah, hingga pesisir. Krueng Peusangan, sungai terbesar di Bireuen, bukan hanya sumber air bagi ribuan hektar sawah dan permukiman, tetapi juga habitat bagi puluhan spesies ikan endemik seperti keureling (Tor tambra) dan bilih (Mystacoleucus padangensis).
Namun, dalam beberapa tahun terakhir, tekanan akibat pembangunan infrastruktur, alih fungsi lahan, dan pencemaran mulai mengancam kelestariannya. Sebagai Kepala Bidang Sumber Daya Air Dinas PUPR Bireuen, saya melihat perlunya pendekatan baru yang mengintegrasikan pembangunan infrastruktur dengan prinsip konservasi biodiversitas."Ancaman terhadap Biodiversitas Bireuen"
Berdasarkan data Dinas Lingkungan Hidup Bireuen (2023), dalam dekade terakhir, sekitar 20% kawasan riparian (tepi sungai) telah beralih fungsi menjadi permukiman dan lahan pertanian intensif. Padahal, zona riparian berperan sebagai penyangga ekosistem sungai, mencegah erosi, dan menjadi koridor satwa liar. Selain itu, populasi ikan endemik Krueng Peusangan menurun hingga 30% dalam lima tahun terakhir akibat sedimentasi, pencemaran limbah domestik, dan overfishing.
Proyek infrastruktur sumber daya air seperti normalisasi sungai dan pembangunan bendung juga kerap dianggap sebagai ancaman jika tidak dikelola dengan prinsip berkelanjutan. Misalnya, proyek pengendalian banjir di Kecamatan Jeunieb tahun 2022 sempat memicu kekhawatiran aktivis lingkungan karena berpotensi mengganggu daerah pemijahan ikan. Namun, dengan pendekatan yang tepat, infrastruktur air justru bisa menjadi solusi pemulihan ekosistem.
"Peran Dinas PUPR dalam Menjaga Biodiversitas di Kabupaten Bireuen"
Sebagai institusi yang bertanggung jawab atas pengelolaan sumber daya air, Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Bireuen berkomitmen untuk mengintegrasikan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan dalam setiap kebijakan dan proyek infrastruktur. Komitmen ini diwujudkan melalui tiga pendekatan utama: penerapan teknik eco-hydraulic, pengembangan infrastruktur hijau, serta kolaborasi multipihak dengan akademisi dan masyarakat.
Dalam penerapan konsep eco-hydraulic, Dinas PUPR telah mengubah paradigma normalisasi sungai dari sekadar pembetonan tepian menjadi upaya restorasi ekologis. Contohnya, pada proyek rehabilitasi Krueng Peusangan di Desa Blang Bintang (2023), teknik gabion dipadukan dengan penanaman 5.000 pohon riparian asli seperti Ficus spp. dan Eugenia spp., yang tidak hanya menstabilkan tebing sungai tetapi juga menciptakan habitat bagi burung dan serangga.
Hasilnya, proyek ini berhasil menekan laju sedimentasi sebesar 40% sekaligus meningkatkan kembali keanekaragaman ikan lokal berdasarkan pemantauan triwulanan. Pada aspek pengembangan infrastruktur hijau, Dinas PUPR telah merancang kolam retensi berbasis biopori di Kecamatan Kota Juang yang berfungsi ganda sebagai constructed wetland.
Inovasi ini tidak hanya menanggulangi banjir tetapi juga menyediakan ekosistem bagi amfibi dan burung air, dengan tingkat keberhasilan mencapai 75% dalam meningkatkan keanekaragaman hayati setempat.
Selain itu, sistem drainase perkotaan di Bireuen Kota kini mengadopsi teknologi bio-swale yang terbukti mampu mengurangi limpasan air hujan hingga 30% sekaligus menyaring 60% polutan sebelum masuk ke badan air utama. Kolaborasi dengan Universitas Al-Muslim menghasilkan pemantauan kualitas air berbasis ilmiah, di mana 12 titik pantau telah diidentifikasi sebagai area kritis degradasi biodiversitas.
Program Pemuda Peduli Krueng Peusangan yang didukung pendanaan dan pendampingan teknis dari Dinas PUPR telah berhasil merekrut 150 relawan tetap dan menanam 8.000 bibit mangrove sepanjang 2021-2023. (rel/rizal jibro).
Penulis: Mahasiswa Program Magister Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Program Pascasarjana Universitas Almuslim
Post a Comment