kabar daerah
Mengenang Kesenian Rapai Pasee
Aceh Utara, newsataloen.com -Pasai adalah kerajaan besar dan terkenal sebagai kerajaan Samudra Pasai yang menyimpan banyak lagenda. Selain sejarah Islam dan kebudayaan juga memiliki aneka syair dan seni yang semua syairnya tidak mengisahkan yang lain tetapi tetap bernuansa Islami.
Salah satu contoh kesenian Pasee yang mengandung banyak makna adalah rapai. Terkait tentang kesenian rapai baik asal usul maupun pembuatannya yang unik hingga pernah berkembang dan dikagumi banyak kalangan. Dari prosesi pembuatan sebuah rapai pase itu memakan waktu sampai enam bulan lamanya.
Salah satu tempat pembuatan alat kesenian yang bernama rapai pasai secara umum dikatakan masyarakat bahwa disebut Rapai Pasai karena penemu, pencipta maupun pembuatannya dilakukan di Pasai.
Ismail Piah (70) yang pernah membuka usaha pembuatan rapai pasee di Gampong Uteun Gelinggang Kecamatan Dewantara Kabupaten Aceh Utara mengisahkan pengalamannya dalam pembuatan alat kesenian yang tergolong unik itu. Selain besar dan berat dibanding alat kesenian lainnya juga bahannya sangat spesial.
Sambil terus mengutak atik dan merapikan rapai yang baru selesai dikerjakan, Ismail yang sering disapa Syeh Mae menceritakan, bahan untuk pembuatan sebuah rapai tidaklah banyak yaitu baloh atau kerangka terbuat dari bani atau akar batang tualang besar dan kulit lembu.
“Biasanya bani yang diambil tidak harus menumbangkan batang tualang, akar saja yang dipotong. Untuk sepotong bani bisa dibuat tiga buah rapai”, kisah Syeh Mae seraya menabuh rapai yang dipegangnya.
Selesai membuat baloh bersama ukiran, lanjutnya memakan waktu sekitar sebulan karena bani yang baru dipotong harus direndam dalam air dulu lalu dijemur. Begitu juga dengan kulit lembu harus direndam dan dijemur.
Mengenai dengan siapa penemu dan pencipta serta kapan pembuatan pertama rapai pasee menjadi alat kesenian, Syeh Mae mengaku tidak tahu persis. Menurutnya, rapai pasee sudah berumur ratusan tahun. Ada yang menyebut, rapai pasee diciptakan oleh Haji Ben Pasee.
“Saya sendiri belajar dari Uya Syam, Lhoksukon ketika saya masih berumur 20 tahun dan selama saya bergelut dalam pembuatan rapai pasee, banyak pesan dan kesan yang saya dapatkan”, cerita Syeh Mae.
Menurut Syeh Mae, harga sebuah rapai pasee berkisar antara Rp 1 – Rp 2 juta perbuah yang besarnya berdiameter 28 inci, berat 50 kg. Rapai pasee pernah mendapat juara dan penghargaan dalam Pekan Kebudayaan Aceh (PKA) ke 4 pada 2004.
Menurutnya, kaitan dengan kesenian rapai ada beberapa jenis di antaranya rapai daboh (dabus). Rapai daboh menampilkan kemahiran spiritual, menggunakan senjata tajam dengan berbagai ketangkasan. Rapai daboh dimainkan minimal 12 rapai dalam sebuah group.
Group group yang bertanding dibuat lingkaran di antara keduanya dan diberi tanda batas. Seorang syeh berada ditengah tengah pemain lalu mengangkat tangan tinggi-tinggi, diiringi lengkingan suara yang tinggi mengikuti suara tabuhan rapai secara serentak.
Masih cerita Syeh Mae, rapai daboh juga diawali dengan syair (salam selamat datang). Ketika rapai dimulai pemukulannya langsung cepat. Penonton yang menyaksikan juga tegang dan histeris ketika para pendebus mulai memperlihatkan ketangkasannya.
Dengan kemahiran dan keberanian yang cukup tinggi dalam menggunakan senjata tajam dan terkadang membakar diri dengan api membuat setiap penonton menahan nafas.
Namun bila terjadi cedera atau terluka dalam atraksi yang mengerikan tersebut penyebabnya sering ketika ada kesalahan dalam pemukulan rapai. Lalu syeh yang memimpin akan segera menolong dengan hanya menyapu bagian yang terluka dengan tangannya.
Begitu disapu darah langsung berhenti mengalir dan lukapun hilang. Menurut syeh Mae, ajaib memang terlepas ada unsur keahlian atau ilmu. Tak heran kesenian rapai yang satu ini kerap dipadati pengunjung.
Tentang rapai pasee sendiri, syeh Mae menjelaskan, rapai pasee sering disebut sebagai rapai gantung. Rapai ini diperagakan dengan alunan syair-syair yang sakral bernuangsa Islami,
Diiringi rapai rapai kecil di depan dan rapai ukuran besar dibelakang. Rapai-rapai kecil berfungsi sebagai pendukung berbentuk berbaris melengkung.
Para pemainnnya dilengkapi dengan pakaian khas yang juga dipimpin oleh seorang syeh sekalian membawakan syair yang sejalan dengan irama tabuhannya. Rapai pasee biasanya dipertunjukan pada acara tertentu seperti penerimaan tamu atau pejabat.
Selanjutnya rapai geurimpheng (rapai macan). Seni rapai ini pemainnya juga 12 orang. Delapan orang pemain berfungsi sebagai penabuh sambil memperagakan konfigurasi, sementara empat orang lainnya berperan sebagai bak. canang, pangkhep sekalian sebagai penyair.
Syeh Mae menjelaskan juga tentang rapai Pulot yang juga merupakan salah satu kesenian di Pasee. Kesenian ini merupakan perpaduan seni suara, seni tari, seni bunyi, ketrampilan, dan ketangkasan.
Disebut Kesenian Rapai Pulot karena seni ini menggunakan instrument rapai jenis pulot. Menurut riwayat, kata syeh Mae alat musik tradisional rapai ini berasal dari Baghdad (Irak) yang dibawa oleh Syeh Rapi. Syeh Rapi adalah salah seorang penyiar agama Islam ke Pasee.
Selanjutnya Rapai Cebrek, rapai jenis ini sudah tidak pernah lagi ditampilkan umurnya hampir empat abad. Rapai Cebrek terakhir ditampilkan pada pementasan teater She Lagee di Jakarta tahun 2008. (Usman Cut Raja)
Via
kabar daerah
Posting Komentar