Oleh: Anwar, S.Ag, M.A.P
Bireuen, newsataloen.com - Setiap tahun, tanggal 26 Juni diperingati sebagai Hari Anti Narkotika Internasional (HANI). Peringatan ini menjadi alarm global akan bahaya laten narkotika yang terus menggerogoti sendi-sendi kehidupan umat manusia. Kabupaten Bireuen sebagai salah satu daerah yang dijuluki "Kota Santri", bukanlah wilayah yang imun terhadap ancaman narkoba. Justru, di tengah gempuran globalisasi dan budaya instan, kita harus mengKgali kekuatan lokal untuk melawan krisis ini. Salah satunya adalah dengan mengokohkan peran lembaga dayah.
Narkoba bukan hanya merusak tubuh, tetapi juga menghancurkan akal sehat, masa depan, dan moral generasi muda. Jika generasi rusak, maka hancurlah fondasi peradaban. Maka, membangun peradaban tanpa narkoba adalah keniscayaan dan dayah punya peran kunci dalam misi suci ini. Dalam sejarah Aceh, dayah bukan sekadar lembaga pendidikan. Ia adalah tempat ditempanya nilai-nilai keislaman, keilmuan dan akhlak.
Dayah telah memainkan peran sentral dalam membentuk karakter dan kepemimpinan umat, jauh sebelum pendidikan formal hadir di Tanah Rencong. Maka bukan hal yang berlebihan jika kita menyematkan harapan besar kepada dayah sebagai garda terdepan pemberantasan narkotika.
Dayah memiliki ekosistem pendidikan yang khas: relasi guru dan murid yang erat, pengawasan spiritual yang kuat, dan budaya mengaji yang membentuk ketangguhan mental. Dalam konteks pencegahan narkoba, ini adalah aset sosial yang luar biasa. Santri tidak hanya diajarkan ilmu, tapi juga dibentuk menjadi pribadi yang mampu menahan godaan duniawi, termasuk narkoba.
Adapun peran strategis dayah dalam pemberantasan narkotika adalah;
Pertama, dayah dapat menjadi pusat edukasi alternatif tentang bahaya narkoba dengan pendekatan yang berbasis nilai agama. Penyuluhan bahaya narkoba tidak harus selalu kaku dan teknokratis. Di tangan para teungku dayah dan ustaz, pesan-pesan anti-narkoba dapat disampaikan melalui khutbah, pengajian kitab kuning atau bahkan melalui kisah-kisah hikmah.
Kedua, dayah dapat melahirkan agen perubahan (agent of change) di tingkat gampong. Santri yang telah mendapatkan pendidikan nilai dapat menjadi duta anti-narkoba ketika kembali ke masyarakat. Mereka tidak hanya membawa ilmu, tapi juga membawa pesan moral untuk menjaga kampung halaman dari ancaman narkoba.Ketiga, jaringan alumni dayah dapat dioptimalkan sebagai kekuatan sosial untuk memantau dan melindungi lingkungan dari penyebaran narkotika. Banyak alumni dayah yang kini menjadi tokoh masyarakat, aparatur gampong, bahkan pemangku kebijakan. Jika jejaring ini diberdayakan, maka akan terbentuk barikade sosial yang kokoh dari bawah.
Namun, daya dorong dari dayah tidak cukup tanpa dukungan dari pemerintah daerah. Sudah saatnya Pemkab Bireuen menjadikan dayah sebagai mitra strategis dalam program “Bireuen Bersinar” (Bersih Narkoba). Dukungan dapat diwujudkan melalui pelatihan bagi para guru dayah terkait bahaya narkotika, penyediaan modul dakwah anti-narkoba, serta penguatan kapasitas dayah dalam membangun program ketahanan remaja.
Kebijakan ini bukan hanya bersifat teknis, tetapi harus didasarkan pada visi jangka panjang: membangun peradaban Bireuen yang kokoh, tangguh dan bermartabat. Peradaban tidak lahir dari pembangunan fisik semata, tetapi dari kualitas manusia yang bebas dari ketergantungan dan kehancuran mental.
Hari Anti Narkotika Internasional (HANI) 2025 adalah momentum yang sangat tepat untuk merenungkan ulang strategi kita dalam melawan narkoba. Jangan sampai perang melawan narkotika hanya menjadi seremoni tahunan tanpa perubahan substansial. Perlu langkah konkret, dan salah satu langkah paling strategis adalah menguatkan peran dayah sebagai pusat peradaban anti-narkoba.Membangun peradaban tanpa narkoba bukanlah pekerjaan satu malam.
Ia adalah perjalanan panjang, yang membutuhkan semangat kolektif, kolaborasi lintas sektor dan komitmen moral yang tinggi. Dayah, dengan segala kekuatan tradisi dan spiritualitasnya, punya potensi besar untuk menjadi lokomotif gerakan ini.Bireuen sebagai Kota Santri harus berdiri paling depan dalam gerakan ini. Jika dari tungku dayah lahir generasi bebas narkoba, maka masa depan Bireuen bukan hanya cerah, tetapi juga bercahaya. (Penulis adalah Kepala Dinas Pendidikan Dayah Kabupaten Bireuen).
Namun, daya dorong dari dayah tidak cukup tanpa dukungan dari pemerintah daerah. Sudah saatnya Pemkab Bireuen menjadikan dayah sebagai mitra strategis dalam program “Bireuen Bersinar” (Bersih Narkoba). Dukungan dapat diwujudkan melalui pelatihan bagi para guru dayah terkait bahaya narkotika, penyediaan modul dakwah anti-narkoba, serta penguatan kapasitas dayah dalam membangun program ketahanan remaja.
Kebijakan ini bukan hanya bersifat teknis, tetapi harus didasarkan pada visi jangka panjang: membangun peradaban Bireuen yang kokoh, tangguh dan bermartabat. Peradaban tidak lahir dari pembangunan fisik semata, tetapi dari kualitas manusia yang bebas dari ketergantungan dan kehancuran mental.
Hari Anti Narkotika Internasional (HANI) 2025 adalah momentum yang sangat tepat untuk merenungkan ulang strategi kita dalam melawan narkoba. Jangan sampai perang melawan narkotika hanya menjadi seremoni tahunan tanpa perubahan substansial. Perlu langkah konkret, dan salah satu langkah paling strategis adalah menguatkan peran dayah sebagai pusat peradaban anti-narkoba.Membangun peradaban tanpa narkoba bukanlah pekerjaan satu malam.
Ia adalah perjalanan panjang, yang membutuhkan semangat kolektif, kolaborasi lintas sektor dan komitmen moral yang tinggi. Dayah, dengan segala kekuatan tradisi dan spiritualitasnya, punya potensi besar untuk menjadi lokomotif gerakan ini.Bireuen sebagai Kota Santri harus berdiri paling depan dalam gerakan ini. Jika dari tungku dayah lahir generasi bebas narkoba, maka masa depan Bireuen bukan hanya cerah, tetapi juga bercahaya. (Penulis adalah Kepala Dinas Pendidikan Dayah Kabupaten Bireuen).
Post a Comment