ekonomi
Harga Rokok Melambung, Jangan Terjebak dalam Kelas Ekonomi Lemah
Medan, newsataloen.com-Tak bisa dipungkiri harga rokok kembali mengalami kenaikan 4,6 hingga 5,8 persen lebih menyusul dari temuan di sejumlah pedagang pengecer dan grosir.
Tak pelak, terjadinya kenaikan harga rokok 4.6% hingga 5.8% per slot maka jika dijual secara eceran perbungkus kenaikannya mencapai 10 %.
"Ya, kenaikannya sekitar 10% lebih jika dijual per bungkus. Bukan tidak mungkin bisa naik mencapai 25% jika dijual secara eceran atau per batangnya," ujar pengamat ekonomi, Gunawan Benyamin kepada media ini di Medan, Rabu 25/1/2023.
Dia menyebutkan kenaikan harga rokok ini bukan hanya akan membebani inflasi, namun akan menambah beban bagi masyarakat menengah ke bawah atau bahkan bagi warga miskin di berbagai pelosok negeri.
Menurut Benyamin kenaikan harga rokok tidak lantas membuat konsumen beralih ke rokok yang lebih murah. Meskipun tetap ada potensi peralihan. Namun, dari sejumlah konsumen rokok yang ditanya tidak semua merek rokok itu sesuai dengan selera perokok.
"Jadi konsumen dengan daya beli yang terpuruk, tetap berpeluang membeli rokok yang sama sekalipun harganya selangit. Nah, saya menilai dampak dari kenaikan harga rokok ini lagi lagi akan terus membebani masyarakat kelas ekonomi menengah ke bawah," kata dia.
Artinya dengan kenaikan harga rokok, lanjut Benyamin maka masyarakat kian dimiskinkan. Terlebih rokok ini salah satu pengeluaran terbesar dari banyak rumah tangga, termasuk rumah tangga dengan ekonomi lemah.
"Memang kenaikan harga rokok belum pernah saya dengar memicu aksi demonstrasi besar di tengah masyarakat. Tetapi kenaikan harga rokok ini akan terus menggerogoti daya beli masyarakat kita," tambah Benyamin.
Dia sekadar mengingatkan jika komponen rokok ini tetap dipertahankan sebagai salah satu pengeluaran, maka tingkat kedalaman kemiskinan itu berpeluang terus meningkat.Nah ini kembali kepada masyarakat khususnya konsumen rokok agar lebih arif lagi saat mengkonsumsi rokok.
Hal yang paling utama menurut Benyamin dan harus menjadi skala prioritas itu seharusnya lebih terfokus kepada pemenuhan kebutuhan dasar seperti pangan, pendidikan, rumahtangga, atau kesehatan.
"Lantas harga rokok yang mahal sudah semestinya menjadi pertimbangan agar rokok tidak dimasukan dalam salah satu pengeluaran terbesar kita. Diakui memang tidak mudah melepas dari ketergantungan merokok. Namun, apabila rokok tetap dipertahankan, terlebih bagi masyarakat ekonomi lemah atau miskin. Maka pada dasarnya kita tengah memiskinkan diri kita sendiri seiring dengan kenaikan harga rokok tersebut," kata Benyamin.
Dia berpendapat ada banyak hal lain yang lebih bermanfaat bagi tubuh termasuk ekonomi, jika bisa mengalihkan pengeluaran untuk rokok ke hal yang lebih bermanfaat. "Jangan sampai kita terkesan membiarkan kita terjebak dalam kelas ekonomi lemah, karena kita sulit keluar dari ketergantungan rokok,".pungkas Benyamin.(bay)
Via
ekonomi
Posting Komentar