/> Mampukah Pj Gubernur Kembalikan Iklim Kondusif Bagi Masuknya Investor ke Aceh

Mampukah Pj Gubernur Kembalikan Iklim Kondusif Bagi Masuknya Investor ke Aceh




Aceh Utara, newsataloen.com -Undang Undang Pemerintahan Aceh (UUPA) yang memberi peluang cukup besar bagi perkembangan perekonomian Aceh belum ada realisasi dan masih belum terlihat adanya perobahan, bahkan ekonomi Aceh masih tetap ditentukan dan didekte oleh Medan. Mengapa kalangan pebisnis dan konglomerat Aceh belum beradapsi terhadap peluang tersebut.

 Arah pembangunan ekonomi Aceh ke depan masih belum jelas. Masih belum bisa dipredeksikan. Belum terlihat misalnya, Pemerintah Aceh dalam upaya membangun ekonomi daerah telah membentuk suatu
kemitraan antara pemerintah daerah dengan sector swasta dalam pengelolaan dan menggali potensi SDA yang melimpah di Aceh.

Asnawi H Ali, salah seorang pemerhati ekonomi dan industri saat bincang bincang dengan Media ini, Sabtu (21/8) mengatakan, ya, belum terlihat inisiatif± inisiatif yang berasal dari Pemerintah Aceh dan pelaku usaha dalam proses untuk merangsang peningkatan kegiatan ekonomi. Yang terlihat Pemerintah Aceh dari tahun ke tahun baru sebatas mengurus dan terpaku kepada pengeloaan dana APBA.

Padahal dalam era perdagangan bebas dewasa ini, dimana arus modal akan begitu mudah berpindah dari suatu daerah ke daerah lain, bahkan dari suatu negara ke negara lain, pemerintah Aceh sejauh ini sepertinya belum
tertarik kepada aliran modal tersebut. Menurut Asnawi yang sekarang menjabat Sekretaris Dpc Apdesi Aceh Utara dan mantan Direktur Eksekutif Kadin Aceh Utara, Pemerintah
Aceh kayaknya belum terpikir bagaimana aliran modal ini dapat bermanfaat, mungkin disinilah peran pemerintah, khususnya mereka yang
diberikan kepercayaan, yaitu perangkat SKPD terkait. Aliran modal akan masuk ke daerah-daerah yang memiliki potensi dan memberikan keuntungan terhadap pemiliknya. 

Bagaimana pergerakan modal ini dapat dimanfaatkan untuk mendukung perkembangan ekonomi daerah adalah menjadi pekerjaan SKPD terkait. Sebenarnya banyak langkah bisa dilakukan untuk menciptakan suatu kondisi supaya aliran modal masuk ke Aceh. Menciptakan peluang dan iklim kondusif menjadi kata kuncinya.

"Cuma dalam hal ini mampukah
Pj Gubernur Aceh sekarang  untuk mengembalikan iklim kondusif yang
menjadi penentu masuknya investasi ke Aceh.

Lebih lanjut Asnawi menjelaskan, peluang dapat muncul manakala ada upaya untuk menciptakannya. kendati mendapat kendala
dalam menciptakan kondisi ini dapat dipecahkan bersama. Di satu sisi upaya menarik modal dari luar daerah atau luar negeri dengan optimalisasi pemberian berbagai kemudahan, fasilitas dan dukungan
namun di sisi yang lain potensi potensi yang mampu menarik aliran modal luar tidak begitu mudah dilakukan karena tidak saling dukung dan idak saling bersinergis. 

“Kuncinya disitu”.papar Asnawi

Menarik investasi domestik dan luar negeri menjadi pilihan bagi Aceh ketika kecenderungan keterbatasan dana untuk pembangunan.
Agar investasi itu datang kita dituntut untuk memperbaiki tata kelola pengelolaan unit yang bertanggung jawab terhadap keberadaan serta
kedatangan investor.

 Termasuk melakukan inventarisasi akan potensi lokal yang bersifat khas untuk ³dijual´ kepada investor luar daerah atau luar
negeri. Mengutip analisa SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, and Threat), pemanfaatan sumber daya alam dan manusia harus dapat bersinergi untuk memperoleh manfaat yang maksimal..

Sejauh ini Pemerintah Aceh sepertinya masih tertinggal jauh dibanding daerah lain dalam melaksanakan penyelenggaraan pemerintahan
daerah di bidang penanaman modal dan fungsinya. Belum berjalannya kebijakan tekhnis di bidang penanaman modal, perumusan rencana pengembangan dan penetapan program kerja.

Begitu juga terhadap koordinasi pelaksanaan kebijakan teknis, pemberian bimbingan, pembinaan dan pengawasan di bidang penanaman modal, pengelolaan data dan informasi di bidang penanaman modal termasuk fasilitasi pola kemitraan dan pengembangan kelembagaan penanaman modal.

Dijelaskan pula padahal Aceh pernah mendapat prestasi ketika dibangun  Zona Industri Lhokseumawe (ZIL) seharusnya menjadi pembelajaran berharga dalam melaksanakan tata kelola pengembangan dan pembinaan penanaman modal asing.

Untuk diketahui, ketika proyek proyek raksasa beroperasi di Lhokseumawe dan Aceh Utara  keika itu perekonomian Aceh mengalami
masa-masa yang mengagumkan dengan laju pertumbuhan ekonomi rata-rata
diatas provinsi lain.

Namun sayang dan sangat disesalkan, ketika suara gemuruh berbagai industri raksasa di Lhokseumawe dan Aceh Utara selama puluhan
tahun tidak melahirkan industri industri kecil lainnya. Padahal peredaran uang di Lhokseumawe saat itu begitu tinggi yang ditandai hadirnya puluhan bank mengalahkan Banda Aceh

Kiranya untuk kedepan dalam upaya mendatangkan kembali investor asing masuk ke Aceh perlu dilakukan inovasi dan perubahan
paradigma pemikiran mengenai potensi sumber daya alam daerah sebagai magnetnya.

“Barangkali semakin ramainya bisnis kuliner, semakin banyaknya show room, dealer mobil, sepeda motor, counter HP dan usaha lain,
merupakan bagian dari multiplier effect economy sambil menunggu kehadiran industri skala menengah dan besar lainnya di Aceh”urai
Asnawi.

Untuk proses kearah tersebut lanjutnya, kita menuntut para pelaku ekonomi dan pelaku politik di Aceh untuk segera memperbaiki
komitmen serta kinerjanya dalam merealisasikan cita cita tersebut. Sekali lagi kunci keberhasilan terletak dan didukung oleh iklim politik yang stabil dan kondusif.

Mungkin untuk sistem perijinan investasi sudah ditangani secara sentralistis dan integrated sehingga sekaligus telah mengurangi rantai
birokrasi yang berlebihan. Namun tuntutan politis dari banyak lembaga swadaya masyarakat menjadi kendala tersendiri yang telah ikut mengganggu kalangan pebisnis di Aceh.

Menurut Asnawi, kalangan pebisnis dan investor ingin masuk ke Aceh namun mareka masih menaruh sangsi terhadap iklim berusaha yang belum kondusif. Pengusaha-pengusaha luar yang ingin melakukan ekspansi
usahanya disegala lini usaha masih harus menunggu.

“Saatnya Pemerintah Aceh dibawah PJ Gubernur Bapak Achmad Marzuki kita meminta untuk bisa merobah kepada iklim usaha yang
kondusif untuk dunia usaha dan para calon investor. Tentu Pemerintah Aceh sekarang ini harus segera membatasi kalangan peminta minta yang menjurus kepada pengancaman. Pengusaha dan calon investor di manapun
menuntut kenyamanan, keamanan dan kepastian berusaha dari proses
penanaman modalnya di Aceh”pungkas Asnawi.

Dijelaskan pula, momentum percepatan investasi seperti yang terjadi diberbagai provinsi lain perlu dipelajari dan ditiru, sehingga
pada akhirnya dapat tercipta lapangan kerja yang lebih banyak dan bermanfaat untuk masyarakat yang lebih luas.

Kondisi kehidupan perekonomian dan tatanan masyarakat yang adil, sejahtera dan bermertabat merupakan harapan semua rakyat Aceh sekarang ini. Harapan yang mereka dambakan adalah kapankah lapangan
kerja di sekitar mereka dapat tersedia.

Tidak ada cara yang lebih baik ketika pemerintah Aceh sekarang ini memberikan pelayanan yang terbaik kepada rakyatnya, memangkas birokrasi, mengurangi beban-beban usaha, menciptakan iklim investasi
dan usaha serta mempersiapkan putra-putri Aceh untuk dapat berpartisipasi dalam proses kegiatan investasi. Dengan cara demikian
maka pemerintah Aceh telah memberikan warisan terbaik kepada generasi penerus melalui penciptaan lapangan kerja yang lebih luas.

Pada dasarnya, kesejahteraan harus diukur dengan tingkat pengangguran, pertanyaannya, akankah dalam masa 2 tahun kedepan
dibawah Pj Gubernur sekarang ini tingkat pengangguran di Aceh akan berkurang?. Predeksi banyak pengamat di Aceh menyebutkan, setidaknya Aceh membutuhkan dua kali periode RPJP lagi untuk mencapai tujuan mulia itu. Yang berarti  Aceh baru akan sejahtera pada tahun 2060....Kapalo.

Demikian Asnawi H Ali  (Usman Cut Raja)

Post a Comment

Previous Post Next Post