![]() |
| Ilustrasi |
Aceh Singkil, newsataloen.com — Sejumlah desa di Kabupaten Aceh Singkil menyampaikan keberatan atas kewajiban mengikuti kegiatan bimbingan teknis (bimtek) pelatihan kader Posyandu yang mematok biaya Rp4 juta per peserta, dengan ketentuan setiap desa maksimal mengirim dua peserta. Kebijakan tersebut dinilai memberatkan, terlebih saat pemerintah sedang mendorong efisiensi dan optimalisasi penggunaan anggaran dana desa.
Program bimtek yang rencananya digelar di wilayah Pulau Banyak itu disebut bertujuan meningkatkan kapasitas kader Posyandu sebagai bagian dari upaya mempercepat penanganan stunting. Namun sejumlah kepala desa menilai bahwa kebijakan tersebut tidak sejalan dengan prinsip efektivitas anggaran dan keberpihakan kepada masyarakat.
Desa Nilai Anggaran Tidak Proporsional
Beberapa kepala desa yang ditemui mengungkapkan bahwa biaya yang dikenakan kepada desa terlalu besar, terutama jika dihitung total mencapai Rp8 juta per desa. Mereka menilai dana sebesar itu lebih berdampak jika dialihkan ke program penanganan stunting secara langsung.
“Kalau Rp8 juta digunakan untuk tambahan PMT, peningkatan gizi balita, atau penguatan layanan Posyandu di desa, hasilnya bisa langsung dirasakan masyarakat,” ujar salah satu kepala desa yang meminta identitasnya tidak dipublikasikan.
Menurut mereka, pelatihan kader Posyandu pada dasarnya penting, namun besaran biaya dan kewajiban pengiriman peserta secara seragam menimbulkan pertanyaan di tingkat desa. Beberapa perangkat desa juga menyoroti bahwa selama ini banyak pelatihan serupa yang diselenggarakan secara gratis oleh pemerintah kabupaten maupun provinsi.
Minim Transparansi, Muncul Kecurigaan Penyimpangan
Keluhan dari desa semakin menguat karena penyelenggara dinilai belum memberikan penjelasan terbuka mengenai rincian biaya pelatihan, metode penetapan tarif, hingga latar belakang lembaga pelaksana. Minimnya informasi tersebut memicu dugaan adanya potensi praktik yang tidak sesuai prosedur, meski dugaan tersebut belum terbukti.
“Penyelenggara tidak menjelaskan apa saja komponen biaya Rp4 juta itu. Tanpa transparansi, wajar kalau muncul kecurigaan,” ujar seorang perangkat desa.
Beberapa pihak desa bahkan menduga bahwa kegiatan tersebut berpotensi menjadi proyek yang sarat kepentingan, terutama di tengah situasi anggaran desa yang terbatas. Mereka meminta agar pemerintah daerah turun tangan sebelum terjadi pertentangan berkepanjangan.
Desa Minta Pemerintah Lakukan Peninjauan dan Audit
Sejumlah kepala desa secara tegas meminta pemerintah daerah maupun instansi teknis terkait untuk meninjau ulang kebijakan bimtek, termasuk melakukan audit terhadap mekanisme penganggaran, penunjukan penyelenggara, dan kewajaran biaya kegiatan.
Mereka menilai bahwa penurunan angka stunting tidak boleh dijadikan alasan untuk mewajibkan desa mengeluarkan biaya tinggi tanpa kejelasan manfaat dan akuntabilitas.
“Kami bukan menolak pelatihan. Kami hanya ingin anggaran digunakan tepat sasaran. Jangan sampai program stunting dijadikan alasan untuk membebani desa,” kata salah satu tokoh gampong di Aceh Singkil.
Penyelenggara Belum Beri Klarifikasi
Hingga berita ini diterbitkan, pihak penyelenggara bimtek belum memberikan klarifikasi resmi terkait besaran biaya, struktur anggaran kegiatan, maupun respons terhadap keluhan desa dan dugaan adanya indikasi penyimpangan.
Desa-desa berharap pemerintah daerah segera memberikan solusi, baik melalui evaluasi kebijakan maupun pengawasan lebih ketat terhadap setiap kegiatan yang menggunakan dana desa.
Masyarakat menegaskan bahwa program percepatan penanganan stunting harus tetap menjadi prioritas, namun harus dilakukan dengan cara yang efektif, transparan, dan bebas dari potensi praktik koruptif atau pemborosan anggaran. (tim/ops/mi).

إرسال تعليق