/> Jalan Kuburan di Tanjung Selamat Jantho Aceh Besar jadi Kubangan, Warga Timbun Sendiri

Jalan Kuburan di Tanjung Selamat Jantho Aceh Besar jadi Kubangan, Warga Timbun Sendiri

 



Jantho, newsataloen.com -Hujan semalam menyisakan genangan lumpur pekat di jalan kecil menuju kuburan umum Dusun Popeh, Gampong Tanjung Selamat, Kecamatan Darussalam, Aceh Besar. Di pagi buta, seorang warga menuntun sepeda motornya pelan-pelan, menghindari kubangan air dalam perjalanan mengantar jenazah kerabatnya. Tak ada jalan alternatif, tak ada fasilitas lain. Hanya satu akses ini yang sejak belasan tahun lalu tak pernah tersentuh perbaikan.


“Setiap kali hujan, jalan ini seperti kolam. Kalau panas, debu naik. Kami sudah capek mengadu. Kadang kami beli tanah dan timbun sendiri, supaya bisa lewat. Tapi besoknya rusak lagi,” ujar seorang warga dengan suara parau. Ia meminta namanya tak disebut, mungkin karena terlalu sering berharap, dan terlalu sering kecewa, Rabu (28/05).


Warga mengaku jalan tersebut sudah rutin diusulkan dalam Musrenbang desa dan kecamatan. Namun tiap tahun, harapan itu seolah musnah begitu saja. Tidak pernah masuk dalam daftar prioritas, tak muncul dalam lembaran alokasi anggaran tahunan maupun anggaran perubahan. “Kami hanya butuh jalan yang layak untuk mengantar orang meninggal. Masa itu saja tak dikasih?” keluh seorang ibu tua sambil menyeka matanya.


Saat musim hujan, lubang-lubang jalan berubah menjadi genangan air yang membahayakan. Di musim kemarau, jalanan berdebu berat, membuat anak-anak batuk dan lansia sesak napas. Bahkan untuk ambulans sekalipun, melewati jalan ini kerap menjadi perjuangan. “Kalau ada yang meninggal malam hari, mobil tidak bisa lewat. Kami pikul jenazah jalan kaki, bawa senter,” sambung warga lainnya.


Ironisnya, di saat jalan menuju fasilitas umum seperti kuburan dibiarkan rusak, justru jalan-jalan menuju rumah pejabat teras di Aceh Besar terlihat mulus dan terawat. Seolah ada perbedaan kelas yang kentara: jalan bagus untuk penguasa, jalan becek untuk rakyat.

Pernyataan Anggota DPRK Aceh Besar, Satria Maulana Putra, S.E., M.M., beberapa bulan lalu kembali terasa relevan. Dalam wawancara yang pernah dilakukan, Satria—yang berasal dari Dapil VI (Darussalam, Baitussalam, Mesjid Raya)—mengungkapkan bahwa sejumlah titik jalan gampong mengalami kerusakan parah. Ia menyebut antara lain Jalan Tgk Glee Iniem, Simpang Barabung, Simpang Tungkop, hingga penghubung Lambitra–Lieue–Lambada Peukan sebagai jalur yang memprihatinkan.


“Masih banyak infrastruktur dasar seperti jalan desa yang dibiarkan rusak bertahun-tahun. Sementara jalan yang menuju ke lokasi strategis atau rumah pejabat malah mulus. Ini ketimpangan yang menyakitkan,” ujarnya waktu itu.


Ia menekankan bahwa jika pemerintah benar-benar ingin membangun dari bawah, maka perhatian harus diberikan ke jalan-jalan kecil seperti ini. “Ini bukan hanya jalur penghubung, tapi jalur kehidupan. Jalur duka, saat warga mengantar keluarganya ke liang lahat,” kata Satria, menahan nada kecewa.


Warga Gampong Tanjung Selamat tidak menuntut jalan tol atau proyek besar. Mereka hanya berharap pada pengerasan atau pengaspalan sederhana. Setidaknya cukup untuk dilewati motor dan ambulans tanpa harus takut tergelincir atau mogok di tengah lumpur.


“Kami bukan minta-minta. Kami hanya ingin diingat, bahwa kami juga bagian dari Aceh Besar,” ujar seorang tokoh kampung dengan nada lirih.


Hingga kini, jalan menuju pemakaman itu tetap berlubang, tetap becek, dan tetap menjadi luka diam yang menanti kepekaan dari mereka yang duduk di ruang-ruang ber-AC, membahas anggaran yang seharusnya juga milik rakyat kecil. (*)

Post a Comment

Previous Post Next Post