ekonomi
Prihatin Terhadap Nasib Nelayan Aceh Utara
H Razali H Mohd Senief
Aceh Utara, newsataloen.com - Peran nelayan sebagai pencari ikan dari laut sudah tidak ada yang meragukan lagi. Hampir semua pihak sudah mengakui peran mereka yang sangat penting dalam menjaga ketahanan pangan.
Besarnya peran tersebut, membuat posisi nelayan sulit digantikan oleh siapa pun, walau teknologi terus mengalami kemajuan. Posisi mareka semakin kompleks jika dikaitkan dengan Aceh yang disebut sebagai awak laot, di mana peran nelayan sangat mendominasi dalam industri penangkapan ikan.
Salah seorang pemerhati Kelautan dan Perikanan H Razali H Mohd Senief dengan sebutan H Cut mantan Imum Mukim Kruegng Geukueh dan Geuchik Gampong Bangka Jaya Kecamatan Dewantara yang merupakan gampong pesisir saat diminta pengalaman ketika menimpin kaum nelayan belum lama ini.
H Cut membeberkan sejumlah fakta menarik tentang nelayan terutama dikawaan tempat tinggalnya yang disebut sebagai aktor utama, namun nasibnya tidak mengalami perubahan signifikan sampai detik ini.
H Cut juga mengaku prihatin melihat masih cukup banyak khususnya warga nelayan yang mendiami pesisir pantai di Aceh Utara dililit kemiskinan. Dia melihat berjejernya rumah rumah tidaklayak huni menghiasi pemukiman mareka.
Semua mungkin akan bertanya “Mengapa banyak nelayan di Aceh Utara masih miskin?”. Pertanyaan ini memang sederhana namun cukup menggelisahkan dan harus segera dicari solusi untuk mengangkat derajat hidup kaum nelayan yang masih serba tertinggal itu.
Menurut H Cut, penyebab utama kemiskinan nelayan di Aceh Utara, terletak pada pola patron-klien yang begitu menggurita antara nelayan dengan majikan (mugee). Pola ini pula yang menyebabkan penghidupan kaum nelayan turun temurun tetap miskin.
Dijelaskan, pola ini sangat sulit untuk dihilangkan. Hal ini terjadi karena para kalangan mugee adalah alternatif satu-satunya ketika nelayan menghadapi kesulitan sewaktu akan pergi melaut, baik itu keperluan semasa berada dilaut seperi solar, beras dan es pengawet ikan serta kebutuhan anak istri yang ditinggalkan dirumah.
Hal demikian sudah berlangsung secara berkesinambungan hingga kaum nelayan tidak mampu meningkatkan taraf hidupnya.
Selain itu, lanjut H Cut, persoalan lahan atau tanah juga menjadi masalah pokok bagi nelayan, sehingga kehidupannya tak kunjung meningkat. Kondisi bisa disaksikan sepanjang pesisir Aceh Utara yang sebagian besar nelayan tidak mempunyai tanah yang luas, praktis tanah untuk hunian tempat tinggal saja yang dimiliki.
Hal lain adalah masih minimnya kualitas sumber daya manusia karena sebagian besar masyarakat nelayan berpendidikan rendah, padahal tingkat pendidikan sangat berpengaruh dan menjadi penyebab kemiskinan sangat lengket terhadap nelayan. Sementara regulasi bantuan yang dikeluarkan pemerintah untuk nelayan dirasakan masih minim.
Terhadap kondisi penghidupan nelayan yang terus dililit kemiskinandi perlukan kepedulian dari berbagai pihak dalam memecahkanpersoalan-persoalan nelayan. Baik itu dari kalangan pemerintah sendiri, akademisi, LSM, dan pihak lain yang peduli dengan kondisi sosial-ekonomi yang dihadapi oleh masyarakat nelayan di Aceh Utara.
Mungkin dari hasil sharing lesehan tersebut lahir sebentuk ide dan gagasan tentang diperlukannya sebuah sarana yang efektif untuk memfasilitasi keberadaan para nelayan. Sehingga apa yang menjadi kendala bagi mereka sedikit demi sedikit dapat teratasi.
Syukur lanjut H Cut, Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Aceh bersama Bank Aceh Syariah (BAS) belum lama ini telah berkomimmen untuk bersinerji memajukan UMKM sector kelautan dan perikanan salah satunya dengan mengoptimakan Progran Kredit Usaha Rakyat (KUR).
“ Ya kita harapkan dapat berjalan hingga penghidupan nelayan Aceh menjadi maju dan sejahtera “, pungkas H Razali Mohd Sanief
(Usman Cut Raja).
Via
ekonomi
Post a Comment